Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan mayoritas calon kepala daerah mengeluarkan dana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) melebihi kemampuan yang dimilikinya, namun tak melaporkannya secara transparan.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menuturkan hasil kajian menunjukkan pengeluaran Pilkada para calon kepala daerah lebih besar dibandingkan dengan harta kekayaan yang dilaporkan ke Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Lembaga itu meluncurkan kajian Potensi Benturan Kepentingan menjelang Pilkada pada 2017 kemarin.
Kajian itu melakukan telesurvei terhadap 140 calon kepala daerah dan 146 calon wakil kepala daerah yang kalah dalam Pilkada lalu. Responden dibagi berdasarkan klasifikasi kekayaan sumber daya alam berdasarkan data realisasi anggaran transfer dana bagi hasil hasil di pelbagai sektor yakni migas, tambang, panas bumi, kehutanan dan perikanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sebanyak 51,4 persen responden mengeluarkan dana Pilkada melebihi kemampuan harta kas yang dimiliki,” kata Syarif dalam keterangannya, Rabu (29/6). “Semua pengeluaran tak dicantumkan ke Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye.”
Kajian KPK juga menemukan para calon kepala daerah menerima sumbangan untuk menutupi kesenjangan antara harta kas dan pengeluaran Pilkada. Konsekuensinya, demikian lembaga itu, penyumbang akan diberikan kemudahan perizinan, akses menjabat di pemerintahan, akses dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, akses ikut menentukan kebijakan daerah dan mendapatkan bantuan kegiatan sosial.
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono menjelaskan hasil kajian KPK itu merupakan potret realitas yang tak dapat dielakkan. Dia mengatakan calon kepala daerah tidak akan mencalonkan diri tanpa adanya sumbangan.
“Setelah Pilkada dalam satu periode itulah, komitmen besarnya dengan para penyumbang,” kata Sonny. “Sumbangan tak hanya terjadi setahun sebelum Pikada, melainkan lima tahun selama pasangan itu menjabat.”
(asa)