Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPA Indonesia) yang sebelumnya dikenal bernama Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) menyoroti pentingnya perlindungan anak-anak di lokasi bencana alam.
Ketua Umum LPA Indonesia Seto Mulyadi mencermati masih belum maksimalnya penanganan terhadap anak-anak korban bencana alam yang banyak terjadi di Indonesia yang seharusnya menjadi prioritas para pemangku kepentingan khususnya pemerintah pusat dan daerah.
Seto Mulyadi yang akrab dipanggil Kak Seto menyatakan LPA Indonesia menjadikan anak-anak di area bencana sebagai salah satu sasaran kerja utamanya mengingat Indonesia sebagai kawasan rentan bencana alam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Termasuk saat pengurus LPA Indonesia dan LPA Provinsi Jawa Tengah, bersama Menteri Sosial, mengunjungi para pengungsi khususnya anak-anak yang menjadi korban bencana tanah longsor di Purworejo belum lama ini,” tutur Kak Seto dalam keterangannya yang diterima CNNIndonesia.com, Sabtu (2/7).
Kak Seto memastikan LPA Indonesia siap bersinergi dengan semua pihak dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat mengantisipasi bencana alam di Tanah Air. Menurut dia, dalam situasi bencana, jatuhnya korban jiwa merupakan potensi yang tak bisa dihindari. “Dan anak, di samping warga penyandang disabilitas, merupakan kelompok rentan yang membutuhkan dukungan khusus dalam peristiwa bencana alam,” lanjut Kak Seto.
Dia menyebutkan Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030 memunculkan kesadaran bahwa anak-anak bukan manusia yang hanya bisa berpasrah diri dan tak berdaya dalam berhadapan dengan bencana alam.
"Atas dasar Sendai Framework, LPA Indonesia mengajak semua pemangku kepentingan untuk bersikap positif bahwa anak-anak harus dipandang sebagai insan dengan segenap ketangguhan potensial untuk beradaptasi dalam bencana," imbau Kak Seto.
Pondok Ceria AnakSebagai kontribusi spesifik dalam situasi pascabencana, ujar Kak Seto, LPA Indonesia berupaya keras mendirikan pondok-pondok ceria anak (PCA). PCA adalah pusat pendampingan bagi anak-anak di lokasi bencana agar dapat menemukan kembali kebahagiaan di tengah area bencana.
PCA juga berfungsi sebagai pusat data dan informasi serta pusat koordinasi terkait pendampingan anak serta penerimaan dan pendistribusian logistik kebutuhan anak. “Sebelumnya LPA Indonesia sukses mendirikan PCA di kawasan bencana semisal Aceh, Padang, Yogya, dan Situ Gintung,” kata Kak Seto yang datang ke Semarang pada 1-2 Juli 2016, didampingi Pengurus LPA Jawa Tengah Edi Hartono dalam rangka merealisasikan pembangunan PCA di Purworejo.
Kak Seto menuturkan pembangunan PCA di Purworejo merupakan manifestasi semangat LPA Indonesia dan LPA Jawa Tengah dalam rangka mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menjadikan anak-anak sebagai pemangku kepentingan dalam perancangan dan implementasi kebijakan, rencana kerja, dan standar penanganan bencana.
Selain itu, ujar Kak Seto, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) perlu mendirikan desk perlindungan anak. Desk tersebut bekerja mendesain standar pelayanan dan pendampingan bagi anak-anak dalam situasi bencana, mekanisme koordinasi antarkementerian dan lembaga, serta mobilisasi partisipasi publik.
“Kami juga mendorong otoritas keamanan untuk menangkal bencana kemanusiaan yang berpeluang terjadi menyusul bencana alam. Yakni anak-anak yang terpisah dari orang tua atau keluarga lalu diperdagangkan dan dieksploitasi,” kata Kak Seto.
Kalangan dunia usaha, menurut Kak Seto, juga didorong untuk mengaktivasi program tanggung jawab sosial pada area perlindungan anak, termasuk penanganan anak-anak dalam situasi bencana. Hal ini selaras dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Pondok Ceria Anak akan membuktikan bahwa anak-anak lebih tepat disebut sebagai penyintas bencana, alih-alih korban," ujar Kak Seto. “Penyintas cilik yang menginspirasi orang-orang dewasa untuk selekasnya memulihkan Purworejo dan daerah lain yang juga terpapar bencana alam," tambahnya.
(obs)