Jakarta, CNN Indonesia -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyebut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 18/2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) memunculkan dua sisi. Aturan yang melarang keterlibatan siswa senior dalam PLS, pengganti Masa Orientasi Siswa (MOS), dianggap sangat mengejutkan dan menimbulkan kekecewaan.
Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti menyebut, melibatkan siswa senior dalam pelaksanaan PLS dapat menghilangkan kejenuhan dalam penyampaian materi.
“Tujuan Permendikbud ini memang bagus, tetapi meniadakan campur tangan senior dalam pelaksanaannya memang mengejutkan dan ada kekecewaan,” ujar Retno kepada CNNIndonesia.com, Selasa (12/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Retno mengaku mendapat cerita dari sejumlah Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) yang kecewa dan protes atas kebijakan itu. Namun mereka tak bisa melampiaskan kekecewaan atas kebijakan tersebut.
“Para siswa ini justru suka sama kakak senior mereka terlibat dalam kegiatan MOS sebelumnya. Jadi kebijakan ini memang mengejutkan OSIS juga,” katanya.
Menanggapi hal itu, Mendikbud Anies Baswedan memastikan, siswa tidak akan jenuh mengikuti PLS tanpa ada siswa senior. “Enggaklah kalau jenuh. Materi akan disiapkan dari guru dan guru juga bisa membuat sesuatu yang kreatif, tidak membosankan,” ujar Anies usai halalbihalal Kemdikbud, kemarin.
Terkait pembahasan Permendikbud, Retno menyebut Kementerian tidak melibatkan OSIS dalam diskusi pembahasan Permendikbud. “Ini yang tidak diantisipasi sebelumnya. Apakah OSIS diajak bicara? Enggak juga,” tutur mantan Kepala SMA Negeri 3 Jakarta ini.
Kekerasan di dunia pendidikan, lanjut Retno, memang memprihatikan. Namun Permendikbud dianggap tidak cukup untuk mengatur pelaksanaan masa orientasi di seluruh sekolah di Indonesia.
“Apakah Permendikbud didengar kepala dinas? Harusnya Perpres yang dibuat (Peraturan Presiden),” ujar Retno.
Menurutnya, FSGI secara internal tidak akan melakukan pembahasan khusus mengenai Permendikbud 18/2016. Namun saat pelaksanaan PLS pada 18 Juli mendatang, FSGI akan membuka posko aduan untuk menerima saran, laporan, dan keluhan para stakeholder dunia pendidikan.
Selain kritik tersebut, Retno juga mengapresiasi langkah Menteri Anies Baswedan yang menerbitkan Permendikbud.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud Hamid Muhammad sebelumnya menyatakan, siswa senior tidak boleh dilibatkan dalam pelaksanaan PLS, kecuali dengan kondisi sekolah kekurangan jumlah guru. Ada tiga syarat juga yang dibuat Kemdikbud agar sekolah yang kekurangan guru bisa melibatkan siswa.
Pertama, siswa harus memiliki prestasi akademik dan nonakademik yang bagus. Kedua, siswa tidak boleh memiliki riwayat melakukan kekerasan. Ketiga, siswa tidak boleh sendiri dan harus berpartner dengan guru selama ditugasi membantu pelaksanaan PLS.
“Apalagi alumni, itu sudah putus sama sekali, sudah
out. Enggak boleh lagi ada alumni ikut dalam kegiatan di sekolah saat orientasi,” kata Hamid ketika ditemui CNNIndonesia.com, kemarin.
Hamid juga membantah pernyataan Retno mengenai ketidakterlibatan OSIS dalam pembahasan penyusunan Permendikbud. “Justru termasuk OSIS yang kami libatkan. Perwakilan OSIS seluruh Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, beberapa perwakilan OSIS lainnya di tingkat provinsi,” ujarnya.
Menurut Hamid, pembahasan Permendikbud menjadi cukup lama hingga sekitar satu tahun justru karena Kementerian melibatkan OSIS. Karena mengikutsertakan OSIS juga maka Kemdikbud mengetahui ada keinginan siswa untuk tetap terlibat kegiatan PLS.
"Ada yang masih ingin melakukan pendadaran dengan alasan sebagai pembinaan mental bagi para siswa junior. Mereka menganggap, kalau hanya dilatih biasa saja, para siswa junior itu bisa tidak siap saat menghadapi situasi keras," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Permendikbud Nomor 18/2016 diterbitkan karena banyak titik kelamahan pada pelaksanaan MOS karena tidak berorientasi penyiapan siswa belajar di tempat baru, melainkan lebih kepada perpeloncoan.
Alasan lainnya, Kemdikbud menerima laporan bahwa setiap tahun selalu terjadi kekerasan oleh siswa kepada siswa lain dan pelaksana MOS selama ini adalah OSIS yang lebih mengedepankan unsur balas dendam kepada junior karena mereka diperlakukan seperti itu saat menjadi siswa baru.
(rdk)