MK Tolak Uji Materi soal Pencegahan dan Pemberantasan TPPU

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Kamis, 14 Jul 2016 17:01 WIB
Mahkamah Konstitusi menyatakan penyidikan TPPU bisa dilakukan tanpa perlu membuktikan tindak pidana asalnya terlebih dahulu.
Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat (tengah) saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/7). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). MK menyatakan penyidikan TPPU bisa dilakukan tanpa perlu membuktikan tindak pidana asalnya terlebih dahulu.

"Mengadili dan menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/7).

Hal ini telah sesuai dengan ketentuan dalam pasal 69 yang menyebutkan bahwa untuk melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap TPPU tidak wajib dibuktikan terlebih dulu tindak pidana asalnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MK berpendapat, apabila penyidik mesti menjelaskan tindak pidana asalnya terlebih dulu dikhawatirkan tersangka akan menghilangkan barang bukti. Selain itu proses penyidikan juga akan memakan waktu yang lebih lama.

Selain itu frasa 'tidak wajib' dalam pasal tersebut bukan berarti penyidik tidak memproses tindak pidana asalnya. Sebab pembuktian TPPU lebih mudah dilakukan dengan pembuktian terbalik.

"Tidak mungkin ada TPPU apabila tidak ada tindak pidana asalnya. Jadi bukan berarti tidak diperiksa sama sekali tindak pidana asalnya, tapi (frasa tidak wajib) bisa berarti menunggu untuk proses penyidikan TPPU," kata hakim Arief.

MK juga mempertimbangkan bahwa tindak kejahatan saat ini semakin terorganisasi dengan baik. Sedangkan TPPU menjadi salah satu cara untuk mengamankan harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan tersebut.

"Menyatakan bahwa dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum," tandas hakim Arief.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang yakni Komisaris PT Panca Lomba Makmur di Sulawesi Tenggara bernama Soehandoyo. Dia terlibat penggelapan bersama Direktur Keuangan PT Panca Logam Makmur dan dijatuhi hukuman penjara tiga tahun.

Soehandoyo kemudian mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk memilih direksi baru. Namun RUPS tak dapat dilaksanakan karena mayoritas pemegang saham tak hadir.

Sementara itu tanpa sepengetahuan Soehandoyo, pemegang saham lainnya telah menetapkan pergantian direksi. Demi menyelamatkan aset perusahaan, Soehandoyo kemudian memindahbukukan dana perusahaan yang telah digelapkan ke PT Panca Logam Makmur. Akibat perbuatannya ini, Soehandoyo justru menjadi tersangka.

Dia merasa dirugikan karena penyidik Polda Sulawesi Tenggara menggunakan ketentuan dalam pasal 69 tersebut saat menetapkannya menjadi tersangka. Sementara Soehandoyo berpendapat penyidik tidak dapat menetapkan dirinya menjadi tersangka TPPU karena perkara awalnya bukan TPPU namun tindak pidana perbankan.

(obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER