Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Operasional RS dr Sander Cikarang, Jawa Barat, Desianti Saraswaty mengatakan sempat terjadi kelangkaan vaksin pada periode Februari-Maret 2015. Setelah itu, muncul penawaran dari CV Azka Medical dengan Nomor 027/AM/2015 tertanggal 28 April 2015.
Penawaran itu disambut RS dr Sander dengan melakukan prosedur dan proses pembelian vaksin sesuai
standard operational procedure (SOP) yang berlaku. “Bukan hanya RS dr Sander B Cikarang yang merupakan rumah sakit kecil, namun rumah sakit besar pun banyak yang kecolongan,” kata Desianti di Jakarta, Sabtu (16/7), seperti dikutip dari Antara.
"Bukan hanya RS dr. Sander B Cikarang yang merupakan rumah sakit kecil, namun rumah sakit besar pun banyak yang kecolongan," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembelian vaksin tersebut, tutur Desianti, juga dilakukan karena permintaan kebutuhan vaksin bagi bayi memang selalu tinggi. Sehingga rumah sakit awalnya tidak curiga sama sekali dan tidak tahu bahwa vaksin dari CV Azka Medical bermasalah.
Hal tersebut karena Azka Medical juga bertindak selayaknya distributor resmi, salah satunya ditunjukkan dengan adanya
purchase order (PO). Dari sisi harga, pembelian dilakukan dengan harga wajar.
Bahkan beberapa vaksin dari penyedia tersebut justru lebih mahal dari yang selama ini dibelinya dari distributor lain, di antaranya vaksin jenis Rotarix. Vaksin itu dijual Azka Medical seharga Rp320 ribu/boks, padahal harga dari distributor sebelumnya, PT Anugerah Argon Medica, hanya Rp205 ribu/boks.
Pada medio April-Mei 2016 sebelum ramai diberitakan media massa, lanjut Desianti, pihak RS dr Sander B mulai mencium keanehan, di antaranya terlihat dari volume vaksin yang ternyata hanya 0,40-0,45 cc. Seharusnya volumenya mencapai 0,50 cc sebagai antisipasi ada vaksin tersisa ketika dokter membuang udara dalam jarum suntik.
RS dr Sander B lantas melakukan komplain kepada CV Azka Medical. Menanggapi hal itu, perusahaan tersebut mengeluarkan surat jaminan 100 persen keaslian melalui surat benomor 019/AM/06-16 tertanggal 01 Juni 2016.
Namun demikian, RS dr Sander B tetap mempertimbangkan risiko yang ada dan menghentikan pembelian saat itu juga. Sementara terhadap vaksin yang sudah terlanjur dibeli, dilakukan retur atau pengembalian pada 2 Juni 2016.
Sedangkan pembelian lama, seperti pada Juni 2015 yang belum digunakan, pihak rumah sakit melakukan penghancuran pada 22 Juni 2016 karena memang tidak bisa dilakukan retur.
"Jadi, jauh sebelum peristiwa tersebut meledak, kami sudah melakukan langkah-langkah pengamanan," katanya.
Atas persoalan tersebut, Desianti menyatakan, RS dr Sander B belum melakukan penghitungan mengenai jumlah kerugian. Namun yang jelas-jelas dirugikan adalah masyarakat atau pasien sehingga RS dr Sander B berkomitmen segera menyelesaikan vaksinasi ulang.
RS dr. Sander B memang memberikan vaksinasi ulang bagi masyarakat penerima vaksin bermasalah. Langkah tersebut diambil sebagai solusi dan kepedulian rumah sakit tipe D tersebut kepada para pasien.
Desianti menyatakan, total terdapat 63 anak yang divaksin ulang. Seluruhnya adalah balita yang menjadi korban vaksin bermasalah sepanjang April 2015-April 2016.
"Kami minta maaf kepada masyarakat. Meski kami juga menjadi korban, namun masyarakat adalah pihak paling dirugikan. Itu sebabnya kami memberikan solusi melalui vaksinasi ulang secara cuma-cuma," kata Desianti.
Menurut Desianti, untuk memastikan balita tersebut bisa mengikuti vaksinasi ulang, pihak rumah sakit secara bertahap akan proaktif menghubungi semua pasien, baik melalui telepon maupun surat. Saat ini, pemanggilan sudah dimulai, bahkan sudah ada yang menerima vaksinasi ulang.
"Kami memiliki data semua penerima vaksin bermasalah. Jumlah penerima vaksin bermasalah di tempat kami relatif sedikit. Karena dari 12 jenis vaksin di rumah sakit kami, memang hanya dua yang bermasalah yaitu Pediacel dan Hepatitis B," ujar Desianti.
(rdk)