Jakarta, CNN Indonesia -- Kemampuan Kementerian Kesehatan (Kemkes) dalam mengawasi distribusi obat dan vaksin mulai diragukan menyusul terkuaknya peredaran vaksin palsu di sejumlah wilayah di Indonesia. Namun Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemkes, Oscar Primadi menolak jika institusinya dinilai tidak becus dalam mengawasi dan mengurus distribusi obat dan vaksin.
Oscar berulang kali menekankan vaksin yang dipalsukan merupakan vaksin impor di luar program pemerintah. Untuk vaksin yang didistribusikan pemerintah pusat ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), Oscar menjamin keasliannya. Sebab, katanya, sistem distribusi vaksin dari pemerintah disesuaikan dengan kebutuhan dan sasaran yang ditargetkan.
Dengan cara itu, ketersediaan vaksin tidak akan kekurangan dan kemungkinan adanya distributor tidak resmi pun menjadi nihil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dari sisi distribusi yang dilakukan pemerintah tidak perlu dikhawatirkan keasliannya, tanpa ada pemalsuan. Yang dipalsukan adalah yang melakukan pembelian-pembelian tidak pada distributor resmi atau vaksin-vaksin yang ditengarai opsional," kata Oscar saat ditemui CNNIndonesia.com di kantornya di Jakarta, Jumat (15/7) siang.
Oscar berharap rumah sakit (RS) mampu mengatur informasi supaya lebih terarah dan terstruktur. Selanjutnya, untuk mencegah kasus serupa terulang, Oscar menyatakan Kemkes akan menguatkan jejaring komunikasi terpadu dan terintegrasi dengan RS, pemerintah pusat, dan Dinkes.
Lebih jauh, Oscar kembali mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak khawatir terkait kasus vaksin palsu. Dia menjamin kemkes akan memberi sanksi yang setimpal kepada fasyankes yang terlibat kasus ini.
"Tentu ini aspek hukum, tentu yang bersalah akan kita lakukan tindakan. Kita imbau masyarakat jangan panik, tentu hukum akan ditegakkan," ujarnya.
Kemkes mengadakan rapat internal di gedung Kemkes bersama 14 RS yang termasuk dalam daftar pengguna vaksin palsu. Rapat itu membahas mengenai penindakan dan upaya-upaya yang akan dilakukan.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek sebelumnya menyatakan akan mempertimbangkan sanksi penutupan operasional kepada fasyankes yang menggunakan vaksin palsu. Namun Oscar menerangkan bahwa sanksi akan diberikan sesuai tingkat dan jenis kejahatannya.
Ia menjelaskan, bila kejahatan dilakukan oleh oknum, maka hukuman akan dijatuhkan kepada oknum. Adapun, jenis sanksi itu mulai dari teguran, penurunan status akreditasi, pencabutan status akreditasi, sampai dengan rekomendasi pencabutan izin operasional sesuai dengan pernyataan Menkes.
"Tingkatnya kita lihat, bisa pencabutan izin, tapi itu (penutupan operasional) terakhir lah. Kalau sudah diakreditasi, bisa diturunkan atau dicabut," ungkap Oscar.
Terbongkarnya peredaran dan penggunaan vaksin palsu tak membuat program-program imunisasi umum dan kegiatan pelayanan kesehatan lingkup nasional dihentikan. Pelayanan dan program imunisasi dijamin berjalan seperti biasa. Yang difokuskan oleh Kemkes, kata Oscar adalah korban dampak vaksin palsu yang masih menjalani proses investigasi.
Saat ini Kemkes tengah meminta Rumah Sakit (RS) untuk mendata kembali rekam medis pasien, nama-nama pasien yang melakukan vaksinasi, dan jenis vaksin yang diberikan. "Dengan data yang jelas, kita akan mudah mengintervensi dan melakukan vaksinasi ulang," ujarnya.
(wis)