Jakarta, CNN Indonesia -- Rumah Sakit Permata Kota Bekasi, Jawa Barat, mencatat ada penurunan kunjangan pasien imunisasi pasca pengungkapan 14 rumah sakit yang terindikasi menggunakan vaksin palsu. Permata merupakan salah satu dari 14 RS yang disebut Kementerian Kesehatan sebagai fasilitas kesehatan yang menggunakan vaksin palsu.
"Penurunan pasien imunisasi kami terjadi sejak Kamis (14/7) atau beberapa saat setelah Kementerian Kesehatan mengumumkan vaksin palsu," kata Manajer Pelayanan Medis Siti Yunita di Bekasi, Sabtu (16/7), seperti dikutip dari Antara.
Menurut Siti, rata-rata jumlah pasien imunisasi di RS yang beralamat di Jalan Legenda Raya Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi, mencapai kisaran 60 orang per bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biasanya dalam sepekan ada tiga kali agenda imunisasi. Satu agenda rata-rata diikuti maksimal lima pasien. Tapi sejak Jumat (15/7) sepi," ujar Siti.
RS Permata saat ini melayani pasien imunisasi jenis Tripacel, Pediacel, Ngerix B, Euvax B, Polivalen, Tuberkulin, dan serum anti tetanus. RS Permata meyakini, sepinya pasien imunisasi di rumah sakit tersebut dipicu pemberitaan sejumlah media massa terkait peredaran vaksin palsu.
"Kami memang menjadi salah satu dari 14 rumah sakit yang dirilis Kemkes sebagai pengguna vaksin palsu," katanya.
Manajemen RS Permata telah melakukan pengadaan vaksin diduga palsu jenis Pediacel untuk antisipasi DPT, HiB, dan Polio dari distributor tidak resmi CV Azka Medical selama rentang waktu Oktober 2015-Mei 2016.
"Kami melakukan pengadaan sekitar 45 vial atau kemasan botol kecil selama rentang waktu tersebut. Kalau vaksin lain kami beli dari distributor resmi PT Anugrah Prima Lestari (APL) dan PT Sagi Capri," tuturnya.
RS permata memastikan siap bertanggung jawab melakukan vaksin ulang secara gratis kepada para pasien yang merasa dirugikan dengan produk dari distributor CV Azka Medica.
Yunita berharap, kasus tersebut dapat segera dituntaskan oleh kepolisian agar kasus tersebut tidak sampai mengganggu stabilitas investasi pelayanan rumah sakit.
Direktur Operasional RS dr Sander Batuna, Cikarang, Jawa Barat, Desianti Saraswaty sebelumnya mengatakan, total terdapat 63 anak yang divaksin ulang karena diduga menjadi korban vaksin bermasalah sepanjang periode April 2015-April 2016.
Desianti menjelaskan, RS dr Sander mendapat penawaran dari CV Azka Medical dengan Nomor 027/AM/2015 tertanggal 28 April 2015. Pembelian vaksin dilakukan karena permintaan kebutuhan vaksin bagi bayi memang selalu tinggi.
Apalagi sempat terjadi kelangkaan vaksin pada periode Februari-Maret 2015. Saat tawaran itu muncul, pihak rumah sakit awalnya tidak curiga sama sekali dan tidak tahu bahwa vaksin dari CV Azka Medical bermasalah.
Dari sisi harga, pembelian dilakukan dengan harga wajar. Bahkan beberapa vaksin dari penyedia tersebut justru lebih mahal dari yang selama ini dibelinya dari distributor lain, di antaranya vaksin jenis Rotarix.
Vaksin itu dijual Azka Medical seharga Rp320 ribu/boks, padahal harga dari distributor sebelumnya, PT Anugerah Argon Medica, hanya Rp205 ribu/boks.
Pada medio April-Mei 2016 sebelum ramai diberitakan media massa, lanjut Desianti, pihak RS dr Sander mulai mencium keanehan, di antaranya terlihat dari volume vaksin yang ternyata hanya 0,40-0,45 cc. Seharusnya volumenya mencapai 0,50 cc sebagai antisipasi ada vaksin tersisa ketika dokter membuang udara dalam jarum suntik.
RS dr Sander B lantas melakukan komplain ke Azka Medical yang ditanggapi dengan mengeluarkan surat jaminan 100 persen keaslian lewat surat benomor 019/AM/06-16 tertanggal 01 Juni 2016.
Namun RS dr Sander B tetap mempertimbangkan risiko dan menghentikan pembelian saat itu juga. Sementara terhadap vaksin yang sudah terlanjur dibeli, dilakukan retur atau pengembalian pada 2 Juni 2016.
Sedangkan pembelian lama, seperti pada Juni 2015 yang belum digunakan, pihak rumah sakit melakukan penghancuran pada 22 Juni 2016 karena memang tidak bisa dilakukan retur.
"Jadi, jauh sebelum peristiwa tersebut meledak, kami sudah melakukan langkah-langkah pengamanan," katanya.
(rdk/rdk)