Komnas HAM Beberkan Delapan Pelanggaran Insiden Asrama Papua

Gloria Safira Taylor | CNN Indonesia
Jumat, 22 Jul 2016 18:37 WIB
Delapan dugaan pelanggaran diumumkan setelah Komnas HAM meminta keterangan mahasiswa Papua di Yogya, Sultan Hamengkubuwono X, Kapolda DIY, dan lainnya.
Komnas HAM telah meminta keterangan dari sejumlah pihak terkait insiden di Asrama Papua Mahasiswa Kamasan I, Yogyakarta. (CNN Indonesia/Gautama Padmacinta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan delapan dugaan pelanggaran HAM dalam insiden di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I, Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, 15 Juli.

Kala itu anggota Kepolisian mengepung asrama tersebut dengan alasan mencegah bentrokan antara para mahasiswa –yang berniat menggelar aksi long march mendukung Gerakan Pembebasan Papua menjadi anggota penuh Melanesian Spearhead Group– dengan sejumlah ormas antiseparatis yang mendatangi asrama itu.

Dugaan pelanggaran pertama, kata Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (22/7), ialah telah terjadi pembatasan kebebasan berekspresi dan berpendapat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Pemerintah daerah dan Kepolisian seharusnya memberikan ruang dan perlindungan atas kebebasan berekspresi karena itu hak kodrati yang melekat pada individu,” kata Pigai.

Pembatasan tersebut, ujar pria kelahiran Paniai Papua itu, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik, dan UU Nomor 9 Tahun 2008 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Depan Umum.

Dugaan pelanggaran kedua, terjadi tindak kekerasan oleh aparat Kepolisian terhadap mahasiswa Papua di luar lingkungan asrama. Ini bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik, dan UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan.

Dugaan pelanggaran ketiga, terjadi hate speech berupa kekerasan verbal mengandung unsur rasisme dari ormas intoleran terhadap mahasiswa Papua. Hal ini bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Dugaan pelanggaran keempat, terjadi pembiaran oleh aparat keamanan atas orasi berisi hate speech rasis dari ormas intoleran yang mendatangi Asrama Mahasiswa Papua. Ini bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Aparat polisi berjaga di depan Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I, Yogyakarta, Jumat 15 Juli. (ANTARA/Hendra Nurdiyansyah)
Dugaan pelanggaran kelima, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta belum memberikan jaminan kebebasan dan rasa aman bagi mahasiswa Papua melalui langkah konkret seperti mengeluarkan peraturan daerah, instruksi gubernur, atau pernyataan resmi untuk mencegah tindakan rasisme terhadap warga Papua.

“Padahal ini penting karena lima tahun terakhir telah muncul stigma negatif terhadap warga Papua, juga Papua-fobia, di kalangan ormas dan masyarakat DIY,” kata Pigai.

Dugaan pelanggaran keenam, terjadi penangkapan dan penahanan terhadap delapan orang mahasiswa Papua oleh Kepolisian, dengan satu di antaranya ditetapkan sebagai tersangka, tanpa dua alat bukti yang kuat.

Hal tersebut dinilai Komnas HAM bertentangan dengan prinsip penegakan hukum yang berkeadilan dan nondiskriminatif seperti diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik.

Dugaan pelanggaran ketujuh, terjadi penggunaan kekuatan berlebihan oleh Kepolisian yang terlihat dari pengerahan jumlah aparat secara besar-besaran, penggunaan senjata, dan adanya tembakan gas air mata yang diarahkan ke Asrama Mahasiswa Papua.
Dugaan pelanggaran kedelapan, multitafsirnya pernyataan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X tentang separatisme yang tidak boleh ada di Yogya. Ucapan itu multitafsir karena tidak ditujukan kepada individu yang terkait separatisme, sehingga dapat dimaknai ditujukan kepada orang Papua di Yogya.

Perkataan itu, menurut Komnas HAM, juga dapat dimanfaatkan oleh 25 ormas di DIY dan masyarakat setempat untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip HAM.
Delapan dugaan pelanggaran HAM tersebut diumumkan setelah Komnas HAM turun langsung ke lokasi kejadian dan meminta keterangan dari sejumlah pihak seperti Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, mahasiswa Papua di Yogya, Sri Sultan Hamengkubuwono X, dan Kapolda DIY.

Sebelumnya, sejumlah tokoh Papua telah bertemu Sultan Hamengkubuwono X untuk membahas insiden di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I. Sultan menyatakan warga Yogya secara umum tidak memiliki masalah dengan orang Papua, dan meminta semua pihak untuk tak emosional.
(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER