Pemkab Sleman DIY dan Tokoh Papua Barat Revitalisasi Hubungan

Anggi Kusumadewi | CNN Indonesia
Selasa, 26 Jul 2016 15:21 WIB
Pemkab Sleman Yogyakarta meminta pendatang maupun warga Sleman yang merantau ke tempat lain, untuk menghormati adat istiadat di manapun mereka berada.
Mahasiswa Papua di Yogya dalam salah satu aksi unjuk rasa. (Getty Images/Ulet Ifansasti)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Pemerintah Kabupaten Manokwari, Papua Barat, beserta para tokoh masyarakat Papua Barat di Yogya, sepakat untuk membangun kembali harmoni di antara mereka.

“Kami berkomitmen untuk merevitalisasi hubungan sosial kemasyarakatan warga Papua Barat yang berada di DIY,” kata Ketua DPRD Kabupaten Manokwari, Dedy Subrata May, saat mengunjungi Kantor Sekretariat Daerah Pemkab Sleman untuk bersilaturahmi.

Antara melansir, rombongan Pemkab Manokwari diterima antara lain oleh Sekretaris Daerah Sleman, Iswoyo Hadiwarno, dan Kepala Kesejahteraan Pembangunan dan Perlindungan Masyarakat Sleman, Ardani.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Iswoyo mengatakan, Pemkab dan warga Sleman terbuka terhadap siapapun yang datang ke wilayah mereka untuk keperluan studi, bisnis, dan wisata. Ia juga meminta masyarakat bersikap tenang menyikapi segala isu yang berkembang.

“Pemerintah Kabupaten Sleman mendukung langkah-langkah Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Pemerintah Kabupaten Manokwari dalam upaya revitalisasi sosial kemasyarakatan warga Papua Barat yang berada di Kabupaten Sleman,” kata Iswoyo lagi.

Kepala Kesbang Linmas Ardani berpesan agar seluruh masyarakat menjaga kedamaian dan keharmonisan di Sleman.

“Kami berharap warga pendatang maupun warga Sleman yang merantau agar menghormati adat istiadat daerah di mana mereka berada, karena dengan saling menghormati, konflik sosial dapat dihindari,” ujar Ardani.

Ketua DPRD Manokwari Dedy Subrata berkata, Pemprov Papua Barat dan Pemkab Manokwari prihatin dengan perkembangan relasi sosial warga Papua Barat di Yogya.

“Kami ingin menciptakan suasana kondusif bagi mahasiswa Papua Barat yang sedang menempuh pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta,” ujar Dedy.
Pemkab Manokwari juga bermaksud mengecek aset-aset mereka yang ada di Yogyakarta seperti asrama mahasiswa.

Dalam surat terbuka kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, Aliansi Mahasiswa Papua menyatakan mereka bukan separatis.

“Kami tegaskan, status kami hanya mahasiswa, bukan separatis seperti yang Bapak maksudkan. Setidaknya Bapak harus menjelaskan bentuk-bentuk separatis. Jika Bapak memberikan diktum kepada kami sebagai separatis, sama halnya Bapak memberikan stigma separatis kepaa rakyat Kulon Progo Yogyakarta yang memperjuangkan lahannya dari penggusuran untuk pembangunan Bandara Temon,” kata Ketua Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua, Jefry Wenda, dalam surat terbuka organisasinya.

Mahasiswa Papua, menurut Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP KP) dan Paguyuban Petani Wahana Tri Tunggal (WTT), selama ini bersolidaritas mendukung mereka menolak rencana pembangunan bandara di Kulon Progo dan menentang tambang pasir besi.

Kedua megaproyek itu disebut PPLP KP dan WTT telah merampas tanah warga. Sementara Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta sempat mengatakan, lahan yang bakal tergusur di Kulon Progo merupakan daerah lumbung pangan.
Aliansi Mahasiswa Papua menyatakan, tugas mereka sebagai mahasiswa ialah belajar dan memperjuangkan keadilan bagi rakyat Papua Barat.

“Rakyat Papua Barat yang memperjuangkan hak-hak demokratisnya selalu saja dihadapkan dengan moncong senjata, penangkapan, pemenjaraan, penyiksaan, teror, intimidasi,” ujar Aliansi Mahasiswa Papua.

Pada saat yang sama, kata mereka, “Pengeksploitasian sumber daya alam tidak pernah berhenti dan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari rakyat Papua, mengakibatkan ribuan hektare tanah rakyat Papua hilang dirampas...”

Oleh sebab itu Aliansi Mahasiswa Papua menyatakan, sebagai bagian dari rakyat Papua, mereka tidak akan tinggal diam melihat penderitaan masyarakat di daerah asal mereka.
Persoalan mahasiswa Papua di Yogya mencuat ketika polisi mengepung asrama mereka pada 15 Juli. Ketika itu mahasiswa Papua yang tergabung dalam Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB) berencana melakukan long march dari depan asrama mereka di Jalan Kusumanegara, ke Titik Nol KM di Jalan Panembahan Senopati.

Long march itu kemudian batal karena polisi mengepung asrama dan mendorong para mahasiswa Papua masuk ke dalam. Menurut polisi, mereka hendak mengamankan mahasiswa Papua dari ormas-ormas antiseparatis yang datang untuk menentang rencana long march para mahasiswa itu.

Long march tersebut merupakan bagian dari aksi damai guna mendukung Gerakan Pembebasan Papua menjadi anggota penuh Melanesian Spearhead Group. Dalam MSG yang beranggotakan pemerintah negara-negara Melanesia di Pasifik Selatan itu, Indonesia dan Gerakan Pembebasan Papua tengah berebut dukungan.

Gerakan Pembebasan Papua mengincar keanggotaan penuh di MSG untuk memuluskan penyampaian aspirasi mereka terkait isu Papua. Niat tersebut ditentang Indonesia yang tak menghendaki Papua memisahkan diri.
(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER