Sepucuk Surat Kegelisahan Terpidana Mati Asal Nigeria

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Sabtu, 30 Jul 2016 09:01 WIB
Terpidana mati asal Nigeria merasa, Indonesia tidak memperlakukan mereka dengan adil dibandingkan dengan terpidana mati asal negara lain.
Surat terakhir para terpidana sebelum di eksekusi mati, Rumah Duka Sint Carolus Jakarta, Jumat (29/7). (CNNIndonesia/Abi Sarwanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pastor Rina, pendamping rohani terpidana mati Gajetan Acena Seck Osmane, mengungkap sepucuk surat kegelisahan dari empat terpidana mati asal Nigeria yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan di Nusa Kambangan, Jawa Tengah.

Tiga dari empat terpidana mati tersebut sudah dieksekusi dini hari Jumat (29/7). Mereka adalah Michael Titus, Humprey Ejike, dan Seck Osmane yang berpaspor Senegal namun berkewarganegaraan Nigeria.

Sementara, satu lainnya adalah Obina Nwajagu, yang masuk dalam daftar eksekusi, namun tertunda pelaksanaannya. Surat ini ditandatangani keempat orang itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mereka menuntut keadilan sebenarnya. Hampir semua (terpidana) belum mengajukan grasi . Mereka tidak mendapat kesempatan pengampunan kepada presiden, ujar Rina saat membacakan surat tersebut, di Rumah Duka Sint Carolus Jakarta, Jumat (29/7).

Rina menyebut, ada sekitar 20 orang terpidana mati asal Nigeria sedang menunggu dieksekusi. Dari jumlah itu, 12 terpidana sudah dieksekusi mati dan delapan sisanya sedang masuk daftar tunggu.

Kedelapan terpidana asal Nigeria itu, kata Rina, telah mendapat notifikasi akan dihukum mati. Dalam arti lain, seluruh terpidana mati asal Nigeria yang ada di Nusa Kambangan akan habis.

Rina menceritakan, terpidana mati asal Nigeria itu merasa, Indonesia tidak memperlakukan mereka dengan adil dibandingkan dengan terpidana mati asal negara lain.

"Kenapa Indonesia membunuh kami seperti ayam? Sementara warga negara lain yang seharusnya disentuh, dihapus dalam daftar," ucap Rina melanjutkan surat tersebut.

Menurut Rina, terpidana warga negara selain Nigeria, banyak yang tak kunjung dieksekusi meski jalur hukum seperti peninjauan kembali telah ditolak berkali-kali. Sementara, terpidana mati asal Nigeria, dengan cepat dieksekusi.

Mereka, kata Rina, merasa tidak diperlakukan sama dengan terpidana mati lainnya. "Apakah kami hitam? Atau kami berasal dari negara yang tidak memiliki bargaining dengan Indonesia," kata surat tersebut seperti diucapkan Rina.

Surat berbahasa Inggris itu, kata Rina, merupakan permintaan terakhir yang disampaikan kepadanya, agar disuarakan ke media internasional. Rina mengecam pelaksanaan eksekusi mati tidak memperhatikan proses keadilan secara menyeluruh.

"Mereka sebenarnya, apapun yang dijatuhkan kepada mereka, mereka tidak bisa berbuat apapun," ujar Rina.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo sebelumnya tidak mau menjelaskan pertimbangan lembaganya menunda eksekusi terhadap 10 terpidana mati kasus narkotik. Ia hanya berkata, Kejaksaan Agung mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan penundaan tersebut.

Prasetyo menuturkan, keputusan yang diambil dini hari tadi itu diambil tim lapangan yang beranggotakan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Noor Rachmad serta perwakilan Kementerian Luar Negeri dan Polda Jawa Tengah.

Prasetyo mengaku hanya menerima hasil keputusan tim tersebut. "Setelah ada pembahasan dan kajian, empat orang saja yang perlu dieksekusi," ujarnya di kantonya. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER