Jakarta, CNN Indonesia -- Tariq Ramadan, salah satu intelektual muslim paling terkemuka di dunia, mengirim surat kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo terkait penerapan hukuman mati kepada tersangka pengedar narkoba. CNNIndonesia menerima surat tersebut dari Ricky Gunawan, kuasa hukum terpidana mati Humphrey Ejike.
Dalam suratnya, Professor Studi Islam Kontemporer Universitas Oxford itu mengatakan bahwa eksekusi yang dijatuhkan pemerintah Indonesia terhadap empat pengedar narkotik, Jumat (30/7) lalu, tak ada pijakannya dalam hukum Islam.
"Tidak ada hukuman spesifik dalam hukum syar'iat kepada para pengedar narkotik. Dan seperti yang akan Anda tahu, prinsip Al Quran melarang perampasan hak hidup setiap manusia dan menetapkan bahwa kehidupan hanya dapat diambil jika ada aturan eksplisit dalam kerangka hukum syari'at. Dengan demikian, hukuman mati karena pelanggaran yang berhubungan dengan narkoba, sama sekali tidak diatur dan/atau tidak sesuai dengan yang telah disepakati dalam kerangka hukum Islam," tutur Tariq dalam suratnya.
Tariq juga menilai penerapan hukuman mati tidak berhasil menurunkan jumlah pengguna narkoba di Indonesia. Pendapat itu berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional yang dikutip oleh Tariq. Dalam data tersebut, BNN justru mencatat peningkatan penggunaan narkotika di Indonesia dari 4,2 juta pada bulan Juni 2015 menjadi 5,9 juta orang di November 2015. Padahal, pada April 2015, pemerintah melaksanakan eksekusi terhadap sejumlah terpidana mati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Tariq yang lahir 26 Agustus 1962 juga menyoroti proses peradilan terhadap para terpidana mati yang, setelah ia pelajari, ternyata belum sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
"Misalnya, mereka (terpidana mati) tidak mendapat pendampingan yang efektif atau tidak mengerti proses yang sedang mereka hadapi. Saya juga tahu bahwa sejumlah terpidana diduga mengalami penyiksaan dan penyalahgunaan; sekali lagi, ini sepenuhnya bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam - jelas di sini ada distorsi terhadap penafsiran dan penerapan prinsip-prinsip Islam."
"Akhirnya, saya juga tahu bahwa setidaknya tiga dari empat orang yang dieksekusi pada Jumat lalu, telah mengajukan grasi. Dan beberapa dari mereka yang menghadapi eksekusi belum memiliki kesempatan untuk mengajukan permohonan grasi. Sangat penting untuk memberikan kesempatan kepada mereka - Islam menganjurkan pengampunan dan belas kasih," kata Tariq.
Di bagian akhir surat, Tariq mengutarakan harapannya agar Jokowi sudi mengikuti nilai-nilai Islam dan menghapuskan hukuman eksekusi di Indonesia.
"Karena itu, sebagai kepala negara, saya meminta Anda untuk mengikuti bimbingan Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan umat Islam untuk mengampuni dan memaafkan pelaku, mendorong pertobatan dan belas kasih, dan bila memungkinan menangguhkan hukuman mati."
"Saya juga meminta kepada pemerintah untuk mengevaluasi eksekusi di masa lalu dan menunda rencana eksekusi di masa depan," ujar Tariq.
Tariq Ramadan lahir di Jenewa, Swiss dari pasangan Said Ramadhan dan Wafa al-Banna. Ibunya Wafa al-Banna adalah putri sulung Hassan al Banna, tokoh pergerakan Mesir yang pada 1928 mendirikan organisasi
Ikhwanul Muslimin (Muslim Brotherhood).Pada tahun 2000, Tariq terpilih sebagai seorang tokoh inovator agama Abad 21 versi majalah Time dan pada 2004 ia terpilih sebagai salah satu dari 100 orang paling berpengaruh di dunia. Foreign Policy, salah satu majalah bergengsi di dunia memasukkan Tariq dalam daftar 100 pemikir paling berpengaruh di dunia pada tahun 2005, 2006, 2008-2010, 2012-2015.
Tariq sudah menulis puluhan buku yang mengangkat tema seputar Islam, di antaranya
Islam, the West and the Challenges of Modernity (2001),
Western Muslims and the Future of Islam (2004),
Radical Reform:Islamic Ethics and Liberation (2008),
The Arab Awakening: Islam and the New Middle East (2012). Buku-bukunya juga sudah banyak diterjemahkan oleh penerbit di Indonesia.
(wis)