Jakarta, CNN Indonesia -- Tentara Nasional Indonesia dan Badan Narkotika Nasional telah melaporkan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar ke Badan Reserse Kriminal Polri. Bahkan Mabes Polri juga akan melaporkan Haris atas dugaan pencemaran nama baik institusi negara.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menilai laporan kedua institusi tersebut merupakan hal yang wajar karena Haris telah menyebarkan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. TNI, BNN, dan Polri merasa dirugikan atas informasi yang ditulis Haris.
"Dilaporkan, iya. Setau saya dari TNI, BNN, dan mungkin Polri juga akan melaporkan (Haris). Informasi itu dianggap prematur dan tak kredibel sehingga bisa menyebabkan nama baik institusi menjadi tak bagus," kata Tito di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (3/8).
Tito mengatakan informasi yang disebar Haris dapat melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Ekonomi (ITE). Menurut Tito, UU tersebut menyebutkan bahwa setiap orang tidak boleh sembarangan mengeluarkan informasi yang belum dapat dibuktikan kebenarannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu yang dilaporkan oleh BNN, TNI, Polri juga akan melaporkan. Kalau dilempar ke publik lalu publik melihat image buruk pada satu pihak tertentu, pihak itu bisa memberikan laporan," ujar Tito.
Status Haris saat ini, kata Tito, sebagai terlapor, bukan tersangka. Langkah selanjutnya polisi akan melakukan penyelidikan untuk mengetahui ada atau tidaknya tindak pidana yang dilakukan Haris.
Dalam waktu dekat, Tito memastikan pihaknya akan memeriksa Haris sebagai sebagai saksi untuk menyelediki kasus ini.
Dalam perkara ini, kesaksian Fredi itu dipublikasikan Haris lewat artikel berjudul "Cerita Busuk dari Seorang Bandit" dan beredar melalui media sosial setelah eksekusi mati Fredi Budiman dilakukan, Jumat (29/7).
Tulisan itu berisi informasi yang disampaikan Fredi kepada Haris dua tahun lalu. Dalam artikel itu disebutkan, ada sejumlah oknum penegak hukum yang diduga ikut berperan dalam bisnis narkoba yang melibatkan Fredi, di antaranya dari BNN, Polri, dan Bea Cukai. Haris menulis, kesaksian Fredi itu dapat ditelusuri melalui pledoi dan pengacaranya.
Namun Tito mengklaim pihaknya telah mendapatkan data pledoi dan telah memeriksa pengacara Fredi Budiman. "Semua tidak ada yang mengonfirmasi keterangan beliau," kata Tito.
Dia mengatakan, sebelum menyebarkan informasi ke publik, Haris seharusnya melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada sejumlah pihak yang disebut Fredi. Keterangan Fredi, kata Tito, harus didukung oleh sumber informasi yang lain.
Selain itu dalam sudut pandang intelijen, menurut Tito, Fredi sebagai pihak yang menyampaikan informasi itu harus bisa dipercaya karakteristiknya. Artinya, orang yang bersangkutan bicaranya harus selalu konsisten dalam memberikan keterangan.
"Tapi kalau saya lihat dari kasus ini, yang bersangkutan yaitu Fredi, dia terlibat beberapa kasus pidana sehingga mungkin kredibilitasnya sebagai sumber informasi belum tentu konsisten," kata Tito.
Dalam konferensi pers, Haris mengungkapkan artikel "Cerita Busuk dari Seorang Bandit"
dipublikasikan dua tahun setelah bertemu Fredi karena pertimbangan ketika itu masa menjelang pemilihan presiden dan kemungkinan tak akan mendapat perhatian publik. Selain itu apabila dipublikasikan saat Fredi masih hidup, kemungkinan juga tak mendapatkan perhatian. Hingga akhirnya, dia pun memutuskan untuk mempublikasikan tulisan tersebut pada Jumat (29/7).
Haris berpikir jika eksekusi mati itu tetap dilaksanakan, maka aparat penegak hukum akan kehilangan informasi soal pejabat yang mengambil keuntungan hingga miliaran rupiah dari bisnis narkoba.
"Dalam kurun waktu tujuh kali 24 jam saya diskusi dengan teman-teman dan akhirnya saya keluarkan tulisan ini. Itu resmi dan saya bertanggung jawab penuh atas tulisan tersebut," tuturnya.
(yul)