Jakarta, CNN Indonesia -- Serikat Tani Telukjambe Bersatu (STTB) melaporkan dugaan intimidasi aparat terhadap ratusan petani Telukjambe Barat, Karawang ke Kantor Staf Presiden (KSP) terkait konflik lahan di tiga desa.
Aris Wiyono, Koordinator Aksi STTB, mengatakan pihaknya kemarin menyampaikan pengaduan ke KSP terkait dengan konflik lahan di Karawang, Jawa Barat antara petani dengan PT Pertiwi Lestari, satu perusahaan properti yang berkantor di Jakarta Pusat. Tak hanya penyelesaian konflik, dia mengungkapkan, pihaknya juga melaporkan dugaan intimidasi oleh aparat.
“Kami melaporkan konflik itu ke Deputi IV KSP Eko Sulistyo. Intimidasi aparat adalah memaksa warga untuk tanda tangan bersedia pindah tanpa adanya kompensasi,” kata Aris ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (8/9).
Pada 2013, konflik tanah itu terjadi antara PT Pertiwi Lestari, Perum Perhutani, dan Legiun Veteran Republik Indonesia namun melibatkan para petani di tiga desa, yakni Desa Margakaya, Desa Margamulya dan Desa Wanajaya. Saat ini, sekitar 500 aparat Brimob—dari sebelumnya sekitar 1.500 personel— dari Polda Jawa Barat dan Polres Karawang masih berada di lokasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan dokumen STTB, masyarakat mulai menggarap lahan itu sejak 1960 yakni ketika Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria diterapkan. Pada masa Orde Baru, lahan kemudian berubah kepemilikan dan fungsi untuk dijadikan area komersial. PT Pertawi Lestari sendiri masuk ke lahan warga dan diduga menggusur pada 1998 lalu dengan alasan memiliki sertifikat HGB Nomor 5, HGB Nomor 10, Sertifikat Nomor 40 tahun 1995.
Pada awal Agustus, Aris mengatakan,warga mendirikan tenda darurat di Desa Wanajaya sebagai tempat berkumpul di kalangan mereka. Posko itu juga berdekatan Posko Brimob dan enam alat berat yang digunakan untuk pembuatan batas area.
PT Pertiwi Lestari berencana membangun kawasan industri dengan alasan sudah dikabulkannya Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung pada awal tahun ini. Kawasan itu meliputi di Desa Margamulya dan Desa Wanajaya. Sejak 1 Agustus lalu, perusahaan bersama dengan Muspida Kabupaten Karawang diketahui melakukan pembuatan batas area, yang menyebabkan dugaan intimidasi ke warga.
Menteri Agraria Ferry Mursyidan Baldan pada April lalu menyatakan larangan untuk melakukan kegiatan di atas lahan dengan sertifikat HGB Nomor 11, HGB Nomor 40 dan areal Perhutani. Dia menuturkan lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat itu tengah diajukan permohonan sertifikatnya. Posisi Ferry pada akhir Juli lalu diganti oleh Sofyan Djalil, yang digeser dari pos sebelumnya yakni Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.
“Bahwa terhadap tanah sertifikat HGB Nomor 11, HGB Nomor 40 dan pada areal Perhutani,” demikian Ferry dalam suratnya yang diperoleh CNNIndonesia.com, “Untuk tidak ada kegiatan apa pun sampai ada penyelesaian terhadap status tanah yang dimanfaatkan oleh masyarakat.”
STTB juga pada akhir Juli lalu menyampaikan surat resminya ke Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan terkait dengan konflik lahan tersebut. Dalam suratnya disebutkan, warga memprotes tidak dilibatkannya mereka oleh PT Pertiwi Lestari dan Perum Perhutani atas konflik yang terjadi.
“Tindakan Muspida Karawang menimbulkan suasana tak kondusif dalam masyarakat dan menimbulkan potensi instabilitas keamanan,” demikian STTB dalam suratnya. “Instabilitas itu mengarah kepada konflik fisik terbuka pada prosesnya nanti.”
STTB mencatat sejak 1 Agustus lalu alat berat sudah bekerja di area konflik tersebut. Keesokan harinya, sejumlah warga melakukan perlawanan dengan memasang badan di depan buldozer sehingga ada yang pingsan. Mereka yang pingsan adalah Bu Anih, Bu Anis, Pak Madhari dan Pak Ganda. Selain ke Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan, para petani Karawang juga melaporkan masalah itu ke Komnas HAM.
(asa)