DPRD Lebak Garap Perda Masyarakat Adat

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Kamis, 13 Agu 2015 16:18 WIB
Perda tersebut nantinya akan mengakui keberadaan kawasan hutan adat milik masyarakat Kasepuhan setempat.
Ketua DPRD Kabupaten Lebak Djunaedi Ibnu Jarta (tengah) bersama ibu-ibu masyarakat adat Kasepuhan di Kantor DPRD Lebak, Banten, Kamis (13/8). (CNN Indonesia/ Rinaldy Sofwan Fakhrana)
Lebak, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lebak akan merancang peraturan daerah (perda) yang mengakui keberadaan kawasan hutan adat milik masyarakat Kasepuhan setempat.

Hal tersebut mengemuka dalam diskusi publik terkait naskah akademis yang nantinya akan dijadikan dasar dari rancangan perda tersebut, pada Kamis (13/8).

Paparan turut dihadiri oleh masyarakat adat, Ketua DPRD, perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta lembaga-lembaga swadaya masyarakat terkait. (Lihat Juga: Masyarakat Adat Minta Diakui Negara)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua DPRD Kabupaten Lebak Djunaedi Ibnu Jarta kepada CNN Indonesia mengatakan perda ini akan rampung pada Oktober atau November tahun ini. Sejauh ini, DPRD tidak menemukan kendala berarti menuju pengesahan perda tersebut. (Baca Juga: Seskab Tunggu Jokowi Teken Keppres Satgas Masyarakat Adat)

"Fraksi-fraksi sejauh ini tidak ada penolakan, semuanya masih kooperatif. Saya optimistis perda akan selesai tahun 2015 ini, mohon doanya saja," kata Djunaedi di kantor DPRD Kabupaten Lebak, Banten. (Baca Juga: Mau Bangun Papua, Pemerintah Perlu Gandeng Masyarakat Adat)

Perluasan Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Halimun 2003 silam mencaplok banyak kawasan adat milik masyarakat adat Kasepuhan. Akibatnya, masyarakat tidak bisa sembarangan mengolah lahan meski sudah tinggal lama di kawasan tersebut.

Perda ini nantinya akan memberikan hak komunal kepada masyarakat adat untuk mengelola kawasannya secara adat. Peraturan adat Kasepuhan sendiri sudah mengatur daerah mana saja yang sama sekali tidak boleh disentuh dan mana saja yang boleh digarap.

Manajer bidang Hukum dan Masyarakat Epistema Institute Yance Arizona mengatakan, perluasan kawasan hutan taman nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 175 Tahun 2003 itu dilakukan secara sepihak, tanpa melibatkan masyarakat.

"Yang menjadi masalah ini masyarakat Kasepuhan tidak menjadi subjek hukum dan pembangunan. Penegasan masyarakat Kasepuhan dalam perda ini penting untuk memberikan kepastian hukum," kata Yance.

Jika sudah mendapatkan kepastian hukum, kata Yance, selain bisa tenang meninggali kawasannya yang sudah ditempati dari generasi ke generasi, masyarakat adat bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah yang lebih bersifat mengikat.

Hal tersebut pun diamini oleh Djunaedi. Kelak, kata dia, pemerintah akan mengalokasikan anggaran untuk membantu menyejahterakan masyarakat adat.

"Tapi itu semua perlu ada perda sebagai cantolannya. Nantinya, itu akan dijadikan dasar untuk menetapkan alokasi anggaran," ujarnya.

(utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER