Jakarta, CNN Indonesia --
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membuat kebijakan, yaitu menerapkan biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi lahan sengketa di Jakarta.
Biaya pajak terhutang itu akan langsung dikenakan untuk 10 tahun terakhir."Kami juga enggak mau lepasin gitu, sekarang tanah tanah terlantar itu, kami langsung kenakan tagihan PBB. Jadi kalau berantem 5 atau 10 orang satu tanah nih, berarti langsung kalau tahun ini saya buka, langsung hutang 10 tahun terakhir," kata Gubernur yang biasa disapa Ahok, di Balai Kota, Jakarta, Selasa (16/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PBB itu bakal dikenakan kepada setiap orang yang mengaku memiliki lahan sengketa tersebut. Kebijakan ini diharapkan dapat meminimalisir mafia tanah dan juga membuat orang berpikir ulang untuk melakukan gugatan.Selama ini, Ahok mengatakan kesulitan membeli tanah karena tiba-tiba tanah itu digugat dan bersengketa. Dia curiga ada penyusup yang terlibat dalam gugatan tersebut. Ahok mencontohkan yang saat ini terjadi yaitu lahan di Muara Baru, yang tengah disengketakan.
"Kami mau beli tanah orang tiba-tiba orang ada yang masukin gugatan, belum tentu benar loh yang gugat ini. Saya curiga ini ada penyusup, orang yang ini enggak mau bagi duit, padahal semua dokumennya asli," tutur Ahok.Sembari menunggu sengketa selesai, lahan tidur itu bakal dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Sepeti taman, perkebunan, dan tempat parkir. Saat keputusan sudah incracht, tanah tersebut bakal dikembalikan kepada pemilik yang sah. Jika memungkinkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal membeli lahan tersebut.Ahok menyebut sudah menugaskan para lurah untuk mendata lahan kosong maupun lahan sengketa di wilayahnya dan melaporkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Lahan kosong akan diupayakan agar dapat dibeli sementara lahan sengketa bakal dimanfaatkan.Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil, sebelumnya, sudah menyepakati kebijakan memanfaatkan lahan sengketa untuk kepentingan umum pada Kamis, pekan lalu (11/8). (rel)