Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristianto berharap pemerintah bisa belajar dari pemberhentian mantan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar yang tersandung kasus dwikewarganegaraan.
Pembelajaran itu, kata Hasto, dimaknasi dalam konteks penempatan atau pengangkatan pejabat strategis negara di lingkungan pemerintahan.
"Kasus ini merupakan pembelajaran yang sangat penting bagi kita, terkait administrasi kewarganegaraan. Terkait juga dengan upaya untuk memulai di dalam penempatan jabatan-jabatan strategis," ujar Hasto di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Rabu (17/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasto menuturkan, dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan sudah jelas mengatur bahwa Indonesia tidak mengenal dwikewarganegaraan.
Merujuk pada UU tersebut, Hasto menilai Arcandra telah menyalahi aturan karena berstatus kewarganegaraan ganda. Persoalan itu menjadi penting lantaran Arcandra mengemban jabatan yang sangat penting dan strategis di pos Kementerian ESDM.
"Sehingga keputusan presiden memberhentikan sangat tepat dan didukung PDI Perjuangan," ujar Hasto.
Terlepas dari itu, Hasto menegaskan PDI Perjuangan tidak pernah diminta pertimbangan nama-nama yang akan menjadi menteri oleh Presiden Joko Widodo, saat perombakan kabinet.
Komunikasi antara petinggi partai dengan presiden, kata Hasto, hanya sebatas memberi pertimbangan politik dan masukan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.
Secara terpisah, Ketua DPP PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning menilai kasus kewarganegaraan ganda Arcandra merupakan kecolongan di bidang intelijen. Selain terkait status, kecolongan itu berupa penerbitan rekomendasi izin ekspor konsentrat bagi PT Freeport Indonesia sampai 11 Januari 2017.
Akibat kasus Arcandra, salah satu anggota dewan asal PKS, Nashir Djamil sempat mengusulkan penggunaan hak interpelasi untuk meminta keterangan pemerintah terkait proses penunjukan mantan menteri yang hanya bekerja 20 hari tersebut.
Usulan penggunaan hak interpelasi kepada Presiden Jokowi atas pemberhentian Arcandra dari jabatan Menteri ESDM itu, bagaimanapun, tak mendapat dukungan penuh dari parlemen. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menganggap interpelasi tak perlu dilakukan karena hanya akan memperpanjang masalah.
(gil/gil)