Bekas Petinggi Anak Usaha Grup Lippo Sempat ke Rumah Nurhadi

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Senin, 22 Agu 2016 16:20 WIB
Walaupun demikian, Doddy Aryanto Supeno membantah seluruh kesaksian bekas sopirnya tentang penyerahan sejumlah uang untuk bekas Sekretaris MA Nurhadi.
Doddy Aryanto Supeno menangis usai mengikuti persidangan beberapa waktu lalu. membantah seluruh kesaksian bekas sopirnya tentang penyerahan sejumlah uang untuk bekas Sekretaris MA, Nurhadi Abdurrachman. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan petinggi anak usaha Grup Lippo Doddy Aryanto Supeno membantah pernah datang ke rumah mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman untuk mengantarkan koper yang diduga berisi sejumlah uang.

Doddy merupakan terdakwa kasus suap pengajuan peninjauan kembali yang melibatkan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.

Tudingan itu didasarkan pada keterangan sopir pribadi Doddy, bernama Darmaji. Tidak menghadiri sidang, Senin (22/8), Darmaji menuliskan kesaksian tertulis yang dibacakan jaksa penuntut umum.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada 2015, saksi mengantarkan terdakwa (Doddy) ke rumah Nurhadi yang berada di Jalan Hang Lengkir dengan membawa koper," ujar jaksa Fitroh Rohcahyanto, Senin (22/8).

Dalam keterangannya, Darmaji menyatakan tak mengenal Nurhadi. Namun dia mengaku beberapa kali pernah mengantar Nurhadi dan sejumlah pejabat lain menggunakan mobil Doddy.

Namun dalam kesaksiannya, Doddy justru membantah. "Tidak benar bahwa saya diantar Darmaji mengirim koper ke rumah Pak Nurhadi," kata Doddy.

Mantan Direktur PT Artha Pratama Anugerah ini mengaku tak begitu mengenal Nurhadi. Namun, dia beberapa kali bertemu dengan ajudan Nurhadi yang bernama Ari dan sopir pribadinya, Royani di rumah petinggi Grup Lippo, Eddy Sindoro.

Pertemuan di Hotel Acacia

Doddy membantah menyuap Edy melalui paper bag berisi uang saat keduanya bertemu di Hotel Acacia, Jakarta. Menurutnya, uang sebesar Rp50 juta itu diberikan untuk kado pernikahan anak Edy.

Dalam pertemuan sebelumnya, Doddy mengaku hanya menyiapkan dokumen untuk keperluan anak Edy yang ingin magang di RS Siloam Semanggi, Jakarta.

Hal ini seperti diungkapkan Darmaji yang mengaku pernah mengantarkan Doddy ke Hotel Acacia. Darmaji mengaku melihat Doddy membawa paper bag yang diketahui berisi sejumlah uang. Namun dia tak tahu kepada siapa paper bag itu diberikan.
Darmaji kembali mengantarkan Doddy ke Hotel Acacia untuk ketiga kalinya. Saat itu, menurut Darmaji, ada mobil Honda CRV yang berhenti di dekat mobil Doddy. Namun dia tak tahu pasti siapa orang di dalam mobil tersebut.

Tak lama kemudian Doddy keluar sambil membawa paper bag dan memberikannya pada orang dalam mobil itu.

"Tidak lama banyak orang menghampiri mobil tersebut. Kemudian ada yang memberitahu saksi bahwa mereka adalah petugas Komisi Pemberantasan Korupsi," ucap jaksa Fitroh.
KPK kemudian menyita uang sebesar Rp50 juta yang disimpan dalam paper bag tersebut. Majelis hakim menanyakan pada Doddy alasan memilih bertemu dengan Edy di Hotel Acacia.

"Kenapa harus di hotel? Saudara kan tidak menginap di situ, tidak makan di situ juga?" tanya hakim anggota Yohanes Priyana.

"Karena lebih dekat dari kantor saya yang mulia," jawab Doddy.

"Kenapa tidak di kantor Anda sekalian? Kan gampang, tinggal titip resepsionis," cecar hakim Yohanes.

Doddy pun terdiam tak menjawab. Dia diketahui bertemu dengan Edy di Hotel Acacia sebanyak tiga kali yakni pada 26 Oktober 2015, 18 Desember 2015, dan 20 April 2016.
Hakim Yohanes kemudian mencecar Doddy soal pemilihan tempat di basement hotel.

"Mengapa harus di basement? Tidak di dapur, kamar, atau atap hotel?" tanya hakim Yohanes.

"Saya ngantukan yang mulia," jawab Doddy.

"Lho kan sudah ada sopir Anda. Ngapain ngantuk?" tutur hakim Yohanes.

Doddy kembali diam tak menjawab pertanyaan hakim Yohanes. Dia justru menangis dan menyampaikan permohonan maaf.

"Saya mohon maaf yang mulia. Saya menyesal. Saya hanya diminta kasih kado untuk Edy Nasution tapi jadinya begini," ucapnya sambil terisak.

Majelis hakim kemudian memutuskan untuk melanjutkan sidang pada 31 Agustus mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan.
Doddy didakwa memberi suap Rp150 juta untuk Panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution terkait penanganan dua perkara anak usaha grup bisnis tersebut. Hal itu tercantum dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 29 Juni.

Uang Rp150 juga diberikan agar Edy menunda proses pelaksanaan putusan pengadilan terkait perkara perdata yang melibatkan PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan PT Across Asia Limited (AAL).

Diketahui PT MTP tak memenuhi panggilan aanmaning atau peringatan pengadilan untuk melaksanakan putusan terkait perkara perdata dengan PT Kymco. Eddy Sindoro kemudian memerintahkan stafnya, Wresti untuk mengupayakan penundaan pemanggilan tersebut.

Uang kemudian diperoleh dari Hery Soegiarto selaku Direktur PT MTP yang diberikan pada Edy melalui terdakwa di basement Hotel Acacia pada Desember 2015.

Sementara itu, perkara PT AAL bermula dari putusan kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan PT AAL pailit pada 7 Agustus 2015.

Atas putusan kasasi tersebut, PT AAL memiliki waktu 180 hari untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Namun hingga batas akhir waktu tersebut, PT AAL tidak segera mengajukan PK.

Demi kredibilitas perusahaan yang tengah berperkara di Hong Kong itu, Eddy Sindoro kemudian kembali memerintahkan Wresti mengupayakan pengajuan PK ke PN Jakarta Pusat. Singkat cerita, Wresti kemudian menawarkan sejumlah uang pada Edy, disepakati jumlah sebesar Rp50 juta.

Uang selanjutnya diberikan Ervan melalui terdakwa kepada Edy di Hotel Acacia pada 20 April 2016. Tak lama setelah penyerahan uang itu, terdakwa dan Edy Nasution dibekuk petugas KPK dengan barang bukti berupa tas kertas bermotif batik yang berisi uang Rp50 juta. (abm/asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER