Menyorot Aturan Cuti Petahana yang Dipersoalkan Ahok

Gloria Safira Taylor | CNN Indonesia
Senin, 22 Agu 2016 16:59 WIB
Konsekuensi jika MK mengabulkan permohonan Ahok, akan memicu petahana di setiap daerah memanfaatkan masa jabatannya untuk berkampanye.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyambagi Mahkamah Kontisi (MK) untuk sidang perdana perkara pengujian UU Pilkada mengenai cuti selama masa kampanye pilkada, Senin, 22 Agustus 2016.(CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang perdana atas permohonan uji materi aturan cuti petahana yang diatur Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah digelar Mahkamah Konstitusi, Senin (22/8). Petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bertindak sebagai pihak yang mengajukan permohonan uji materiil.

Awalnya, Ahok berdalih aturan tersebut mengekang haknya sebagai warga negara. Ahok juga menolak untuk cuti karena dirinya tak ingin meninggalkan pembahasan RAPBD DKI Jakarta 2017. Penolakan tersebut ditambah alasannya yang ingin menjaga pembahasan RAPBD DKI Jakarta 2017.

Bagaimana uraian termasuk konsekuensi dari uji materi UU itu yang banyak mendapat kritikan tajam dari berbagai kalangan termasuk oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada permohonan uji materi aturan cuti petahana ini Ahok meminta Pasal 70 ayat (3) UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada diuji karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28D ayat (1).

Dalam Pasal 70 ayat (3) UU nomor 10 tahun 2016 berbunyi: Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya

Adapun dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 berbunyi: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Ahok dalam alasan permohonannya menyatakan ketentuan Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada seharusnya ditafsirkan bahwa cuti selama kampanye adalah hak yang bersifat opsional. “Dengan demikian pemohon dapat memilih untuk tidak menggunakan hak cuti tersebut dan fokus bekerja menata DKI Jakarta sesuai dengan tanggung jawab pemohon sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945,” kata Ahok.

Ahok meminta MK menyatakan Pasal 70 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945. "Sepanjang tidak dimaknai bahwa cuti sebagaimana termuat dalam materi muatan pasal tersebut adalah hak yang bersifat opsional dari Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama..." ujar Ahok.

Pengamat politik dari UGM Arie Sudjito berpendapat, argumen Ahok yang meminta untuk direvisinya UU Pilkada Nomor 10 tahun 2015 Pasal 70 ayat 3 merupakan hal yang keliru. Hal ini karena masa cuti justru dibutuhkan oleh petahana agar tidak menyalahgunakan fasilitas negara dalam masa jabatannya.

Menurut Arie, konsekuensi jika MK mengabulkan permohonan Ahok, akan memicu petahana di setiap daerah memanfaatkan masa jabatannya untuk berkampanye.

"Undang-Undang itu kan dibuat karena kekhawatiran berbagai kasus yang banyak dilakukan oleh petahana menyalahgunakan jabatan untuk berkampanye dan UU itu bukan hanya untuk Ahok," ujarnya saat dihubungi CNN Indonesia.com, Senin (22/8).
 
Pada 2012 lalu, Ahok sempat menuntut agar petahana menjalankan cuti dalam suatu masa pilkada. Saat itu, petahana Gubernur DKI Jakarta adalah Fauzi Bowo.

Meski demikian, Arie tidak mengerti alasan Ahok tidak konsisten. Ia mengatakan, pengajuan permohonan Ahok itu hanya untuk mencari peluang untuk menantang bakal calon gubernur yang menjadi saingannya kelak.

"Motivasinya hanya Ahok yang tahu, kalau dari pengamatan saya sih dia hanya ingin mencari peluang untuk menantang lawannya nanti," tutur Arie.

(obs/obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER