'Tak Ada Standar Jelas untuk Jadi Hakim Konstitusi'

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Selasa, 23 Agu 2016 21:53 WIB
Pakar hukum tata negara Refly Harun menyayangkan tidak adanya standar jelas untuk menjadi hakim di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pakar hukum tata negara Refly Harun menyayangkan tidak adanya standar jelas untuk menjadi hakim di Mahkamah Konstitusi (MK). (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum tata negara Refly Harun menyayangkan tidak adanya standar jelas untuk menjadi hakim di Mahkamah Konstitusi (MK).

Refly berkata, Perpu Nomor 1 Tahun 2013 tentang MK mewajibkan pembentukan tim panel ahli independen untuk menguji kelayakan calon hakim konstitusi yang diusulkan DPR, Mahkamah Agung, dan presiden. Namun ketentuan dalam perpu ini kemudian dibatalkan MK pada 2014.

"Setelah itu tidak ada standar jelas untuk hakim konstitusi. Harusnya ada standar yang sama dari DPR, MA, maupun presiden," ujar Refly dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Proses rekrutmen calon hakim konstitusi saat ini juga dinilai tak transparan. Padahal keberadaan tim independen tersebut dianggap mampu membantu proses uji kepatutan dan kelayakan calon hakim.

"Periode pertama MK itu luar biasa. Tapi ada tren menurun saat ini terutama dari sumber daya manusianya," kata Refly.
Tak adanya standar rekrutmen hakim konstitusi ini, menurut Refly, berpengaruh pada kualitas putusan yang dihasilkan MK selama ini.

Hal ini terjadi karena ada kecenderungan penurunan perbedaan pendapat atau dissenting opinion yang dihasilkan oleh para hakim konstitusi. Sehingga putusan yang dihasilkan MK hanya membebankan pada satu hakim.

"Misal ada putusan MK yang dulu menolak tapi sekarang menerima. Kita tidak tahu itu jalan pikiran hakim siapa yang memutuskan," ucapnya.

Pengajar di Sekolah Hukum Jentera, Fritz Siregar menilai, penurunan dissenting opinion terjadi karena hakim konstitusi saat ini malas menuliskan pendapatnya. Padahal perbedaan pendapat ini penting untuk menunjukkan adanya perbedaan ide di tubuh MK.

"Hakim konstitusi sekarang sudah tidak bisa menemukan nilai lagi dalam putusannya," tutur Fritz.

Senada, advokat Taufik Basari menyatakan, sejumlah putusan MK saat ini justru hanya menggunakan pertimbangan perasaan. Apabila argumentasi pemohon tidak meyakinkan, maka hakim memilih untuk menolak gugatan uji materi tersebut.

"Tidak ada dasar teori atau asas tertentu dengan pertimbangan hukum dalam memutus suatu perkara," ucapnya.

Oleh karena itu, Taufik menganggap perlu adanya proses rekrutmen calon hakim konstitusi yang jelas dan transparan. Proses ini, menurutnya, penting untuk menghasilkan putusan perkara MK yang lebih berkualitas.

(rel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER