Tingkatkan Pendapatan Kehutanan, KLHK Terapkan Sistem Baru

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Sabtu, 27 Agu 2016 09:51 WIB
Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SI-PHH) akan membuat pengelolaan hutan khususnya laporan hasil produksi hutan bisa lebih transparan.
Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SI-PHH) akan meningkatkan pengawasan pengelolaan hasil hutan. ( ANTARA FOTO/Rony Muharrman/kye/16)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerapkan Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SI-PHH) guna mengoptimalkan pendataan dan pendapatan negara dari sektor kehutanan.

Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK, Ida Bagus Putera Parthama, mengatakan penerapan SI-PHH akan meningkatkan pengawasan pengelolaan hasil hutan. Pengelolaan hutan khususnya laporan hasil produksi hutan juga bisa lebih transparan.

"Ada studi yang klaim bahwa pembuatan laporan hasil produksi bisa terjadi korupsi. Petugas disebut main mata dengan perusahaan. Karena itu kami ganti sistem pengawasannya secara online," ujar Putera ketika dihubungi CNNIndonesia.com pada Jumat (26/8).
Dengan SI-PHH ini setiap perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) wajib melaporkan data produksi mandiri secara online. Perusahaan juga wajib memasukan data jenis, diameter, dan koordinat pohon yang akan ditebang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setiap perusahaan, kata Putera, akan menandai pohon-pohon mereka dengan barcode dan harus diunggah ke SI-PHH. Ketika pohon tersebut ditebang dan dijual, barcode yang tertera harus sama dalam data sistem.

Selain itu, kata Putera, perusahaan juga wajib membayar dana reboisasi (DR) dan provisi sumber daya hutan (PSDH) yang termasuk dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Pembayaran PNBP dilakukan secara online yang langsung terintegrasi dengan sistem informasi penerimaan negara bukan pajak online (Simponi) di Kementerian Keuangan.

"Mereka bayar pungutan (PNBP) secara online langsung. Jadi tidak ada kontak dengan petugas," kata Putera.
Disamping itu, Putera mengatakan, tidak semua kayu yang ada di Indonesia ditebang untuk diproduksi. KLHK memiliki indikator besaran kayu yang dapat ditebang atau diproduksi setiap tahunnya atau Jatah Tebangan Tahunan (JPT). Pertahun, kayu yang boleh ditebang tidak boleh melebihi 10 juta meter kubik.

"Tapi realisasinya tidak segitu, lebih kecil. Karena satu dan lain hal tidak semua jatah pohon itu ditebang," kata Putera.

Putera menambahkan, KLHK memiliki skema monitoring produksi dan legalitas kayu. Jika ada perusahaan yang terbukti tidak melaporkan kayu produksinya, perusahaan tersebut harus membayar denda 15 kali harga kayu yang sebenarnya.
(wis/wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER