Inpres Pembangunan Jokowi Diyakini Tak Hambat Aparat Hukum

Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Selasa, 30 Agu 2016 08:37 WIB
Inpres itu bukan untuk mendiskreditkan aparat hukum. Melainkan agar aparat lebih cermat dalam penyelidikan sebelum meningkat ke penyidikan.
Presiden Jokowi saat meninjau pembangunan tol Palembang-Indralaya di Sumatera Selatan. Jalan tol ini termasuk proyek strategis nasional yang diprioritaskan sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2016. (Biro Pers/Laily Rachev)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar Hukum Administrasi Negara Riawan Tjandra menyatakan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional tidak akan mengganggu kerja aparat hukum dalam menindak pelanggaran hukum terkait kebijakan diskresi yang mereka miliki.

Menurutnya, Inpres yang diterbitkan Joko Widodo bukan untuk mendiskreditkan kinerja aparat hukum, namun agar aparat lebih cermat dalam melakukan penyelidikan sebelum meningkatkan status menjadi penyidikan.

"Inpres itu tidak mengubah apa-apa dari kewenangan Kepolisian dan Kejaksaan. Mereka tidak boleh merasa dikurangi kewenangannya dari Inpres itu," ujar Riawan di Jakarta, Senin (29/8).
Riawan mengatakan, aparat sejatinya tetap dapat melakukan kewenangannya sesuai undang-undang, sebab Inpres itu tidak menjadi bagian dari hierarki perundang-undangan yang ada.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, ia mengatakan Inpres itu merupakan bentuk penegasan Jokowi agar proyek strategis yang dicanangkan pemerintah terealisasi. Sekaligus agar pejabat daerah mengikuti prosedur administrasi pemerintahan yang belaku.

Oleh karena itu, ia menganggap Inpres tersebut bukan untuk mengurangi kualitas dan efektivitas aparat. "Yang perlu diperhatikan adalah di UU Kepolisian dan Kejaksaan proses penyidikan itu independen, jadi tidak perlu merasa ketakutan dan terganggu dengan adanya Inpres itu," kata Riawan.

Meski demikian, ia tak memungkiri bahwa kebijakan diskresi merupakan bentuk penyimpangan dari norma UU yang berpotensi melahirkan penyalahgunaan kewenangan.

Namun, ia berharap, motif penggunaan diskresi pejabat bisa dikontrol dengan baik lewat Inpres itu.

"Kecermatan penegak hukum harus dijadikan momentum lahirnya prinsip pemerintahan yang baik," katanya.
Pada 8 Januari 2016, Jokowi menerbitkan Inpres Nomor 1 Tahun 2016 untuk Kementerian, Jaksa Agung, Kepolisian hingga pimpinan lembaga pemerintah non kementerian dan pemerintah daerah.

Inpres tersebut berisikan tentang instruksi Presiden agar para pejabat dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.

Presiden menginstruksikan kepada para pejabat yang disebut untuk melakukan penyelesaian masalah dan hambatan dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional atau memberikan dukungan dalam percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Salah satunya dengan mengambil upaya diskresi dalam rangka mengatasi persoalan yang konkret dan mendesak.

Di sisi lain, Indonesia Corruption Watch menilai menurunnya kinerja penegak hukum dalam menangani kasus korupsi pada semester satu 2016, salah satunya disebabkan oleh Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Proyek Strategis Nasional.

Dalam laporannya akhir pekan lalu, ICW mencatat pada semester satu 2016 penegak hukum hanya menangani 210 kasus. Jumlah itu menurun dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 299 kasus.

Jumlah tersangka yang ditetapkan tahun ini sebanyak 500 orang, sedangkan semester satu tahun lalu berjumlah 596 orang.
(wis/agk)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER