Pemprov DKI Tunggu Keputusan Tertulis Soal Reklamasi Pulau G

Puput Tripeni Juniman & Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Minggu, 18 Sep 2016 19:23 WIB
Keppres 52/1995 yang dijadikan acuan menerbitkan izin reklamasi Jakarta bertentangan dengan UU 27/2007 yang diubah dengan UU 1/2014.
BEM UI menyuarakan tolak reklamasi Teluk Jakarta di depan Gedung Kemenko Maritim, Jl. MH. Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa, 13 September 2016. (CNN Indonesia/Gautama Padmacinta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih menunggu keputusan tertulis dari pemerintah pusat terkait kelanjutan proyek reklamasi 17 Pulau di Pantai Utara Jakarta. Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pembangunan Pemprov DKI Gamal Sinurat menyebut, saat ini tak ada pembangunan pulau reklamasi.

"Tidak ada pembangunan. Kami masih menunggu keputusan secara tertulis karena ketika itu, moratorium juga tertulis," kata Gamal saat dihubungi CNNIndonesia.com, Minggu (18/9).

Moratorium yang dimaksud Gamal merujuk pada hasil keputusan rapat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, dan Gubernur DKI Jakarta pada 18 April 2016. Mereka sepakat untuk menghentikan sementara pembangunan proyek reklamasi sampai memenuhi persyaratan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Gamal, ketika surat resmi melanjutkan reklamasi itu sudah dikeluarkan pemerintah pusat, Pemprov sebagai pemberi izin juga akan menyurati pengembang. Gamal beranggapan hal ini berlaku untuk 17 pulau reklamasi, bukan hanya Pulau G yang sempat dihentikan oleh Menko Maritim sebelumnya Rizal Ramli.

Menko Maritim saat ini, Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, melanjutkan proyek reklamasi Pulau G pada Selasa (13/9). Luhut menyatakan, tak ada alasan bagi pemerintah untuk memberhentikan reklamasi pulau itu.

Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayan Yuhannah menegaskan, landasan hukum penerbitan izin reklamasi tidak bertentangan dengan aturan-aturan setelahnya. Dasar hukum reklamasi yang digunakan Pemprov yakni Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Dasar itu dianggap bertentangan dengan hirarki yang lebih tinggi yakni Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

"Enggak usah dibahas lagi itu. Bagian mananya yang bertentangan? Enggak ada pertentangan kewenangan maupun teknis," kata Yayan kepada CNNIndonesia.com, Minggu (18/9).

Menurut Yayan, perizinan reklamasi sudah sesuai dengan ketentuan. Dia mengatakan, pemerintah pusat sudah mengambil alih proyek reklamasi juga tak menganggap hal itu sebagai persoalan. Peraturan itu, kata Yayan, hanya perlu diharmonisasi karena sama-sama berada di level nasional bukan daerah.

Yayan beranggapan, persoalan landasan izin reklamasi juga sudah banyak dibahas dalam diskusi para ahli yang menyatakan tak ada pertentangan.

Sementara soal izin reklamasi Pulau G yang dicabut Pengadilan Tata Usaha Neggara (PTUN), Yayan menyebut Pemprov sudah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi dan tengah menunggu keputusan hakim.

"Ini lagi proses banding dan menunggu putusan pengadilan karena tidak ada sidang," ujar Yayan.

Hakim PTUN Jakarta mengabulkan gugatan nelayan yang tergabung dalam Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) terhadap Pemprov DKI Jakarta. Ketua Majelis Hakim PTUN Adhi Budi Sulistyo meminta Gubernur DKI selaku tergugat mencabut Surat Keputusan 2238/2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi pada PT Muara Wisesa Samudera, pengembang Pulau G.

Keppres Nomor 52/1995 yang mengatur soal penataan ruang telah dicabut dengan diberlakukannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54/2008 tentang Penataan Ruang Jakarta, Bogor, Depok, Tangeran, Bekasi, Puncak, dan Cianjur. Dalam Pepres ini, Jakarta termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional.

Jika melihat Keppres Nomor 52/1995 dan Perpres Nomor 54/2008 dibandingkan dengan UU Nomor 27/2007 yang diubah dengan UU Nomor 1/2014, maka terdapat dualisme kewenangan penyelenggaraan penataan ruang di DKI khususnya wilayah pantai utara Jakarta.

Berdasar Pasal 4 Keppres 52/1995, kewenangan reklamasi menjadi wewenang dan tanggung jawab Gubernur DKI. Sedangkan berdasarkan Pasal 8 ayat 3 UU 27/2007 juncto Pasal 9 ayat 2 UU 1/2014, kewenangan penataan ruang DKI Jakarta yang merupakan kawasan strategis nasional berada di tangan menteri.

Pertentangan lainnya adalah terkait perizinan lokasi. Keppres 52/1995 tidak mengatur soal izin lokasi, hal itu diatur dalam Perpres 54/2008 dan Perpres Nomor 122/2012 tentang Reklamasi di wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Namun Perpres 54/2008 dan Perpres 122/2012 tidak mewajibkan izin lokasi yang harus sesuai dengan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau kecil. Sebaliknya, UU 27/2007 yang diubah dengan UU 1/2014 menyatakan, izin lokasi diberikan berdasarkan rencana zonasi.

(rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER