
ANALISIS
SBY, antara Dinasti dan Eksistensi Melawan Ahok
Kamis, 22 Sep 2016 16:02 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Pemilihan kepala daerah 2017 menjadi ajang pertarungan para elite politik, terutama dalam memperebutkan kekuasaan di DKI Jakarta. Tokoh-tokoh nasional sekaliber mantan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono ikut berupaya keras memenangkan calon-calon yang dijagokan agar bisa menduduki kursi DKI-1.
Berbeda nasib dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dipimpin Megawati, Partai Demokrat yang komandoi SBY secara realitas politik dalam posisi sulit untuk dapat menggolkan calon yang diusung. Jumlah suara PDIP di Jakarta yang pada pemilu 2014 lalu mencapai 1,2 juta, bertolak belakang dengan perolehan Demokrat yang hanya 360 ribu suara.
Di atas kertas, calon yang diusung PDIP, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat, juga jauh lebih unggul dibandingkan nama-nama bakal calon lain yang mencuat saat ini. Sebut saja Sandiaga Uno, Yusril Ihza Mahendra, Rizal Ramli, Anies Baswedan hingga Agus Harimurti Yudhoyono. Popularitas dan elektabilitas mereka jelas jauh di bawah Ahok.
Keputusan Megawati menyodorkan dukungan kepada Ahok otomatis telah mengubah peta pertarungan para kandidat. SBY yang sedari awal sudah bertentangan dengan Ahok, dituntut untuk mencari calon yang berkualitas agar bisa menandingi Ahok.
Untuk dapat mengusung calon, SBY menggalang kekuatan dengan partai-partai politik lain. Dengan menggandeng tiga partai yaitu Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa, SBY yang memimpin gerbong empat partai secara khusus menggelar pertemuan di kediamannya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, sebagai upaya untuk mencari lawan tanding Ahok.
Perebutan kursi gubernur Jakarta selama ini memang sudah menjadi perhatian khusus SBY. Selepas menjabat Presiden, SBY selalu mencermati setiap isu aktual yang berkembang di masyarakat, khususnya pilkada Jakarta.
Selain menggelar safari politik keliling Jawa untuk menghadapi pilkada serentak tahun depan, dalam beberapa kesempatan SBY juga melontarkan pernyataan yang kontra terhadap kepemimpinan Ahok.
Keterlibatan aktif SBY dalam pertarungan pilkada Jakarta tak bisa dilepaskan dari posisinya sebagai ketua umum partai sekaligus ketua majelis tinggi. Bahkan SBY juga ikut merangkap sebagai juru bicara partai setelah mengambil alih dari Ruhut Sitompul.
Peran SBY begitu dominan, termasuk dalam pertarungan pilkada Jakarta, menurut pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Vidhyandika D. Perkasa, juga menunjukkan eksistensi SBY dalam percaturan politik yang prestise.
Vidhyandika memandang SBY ingin memperlihatkan bahwa dirinya sampai sekarang masih memiliki pengaruh yang cukup kuat di panggung politik.
Lebih dari itu, kata Ketua Departemen Politik dan Hubungan International CSIS itu, SBY ingin tetap meneruskan dinasti politik kekuasaannya melalui anak-anaknya. Kesan politik dinasti adalah lumrah sejauh memiliki kapasitas dan kapabilitas.
Begitu pun dengan kemunculan nama putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono, saat ini. Namun Agus masih harus membuktikan segala kemampuannya karena tak cukup hanya faktor keturunan tokoh nasional dan juga prestasi cemerlangnya di bidang militer.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Ramadhan Pohan menyebut, munculnya nama Agus Harimurti sebagai salah satu bakal calon pemimpin Jakarta bukan berasal dari keinginan pribadi SBY.
“Banyak yang usul begitu Pak SBY. Baik kader, internal maupun kalangan luar. Pak SBY mencermati semua. Agus memang mutiara dan selalu menonjol dalam pendidikan militer baik domestik maupun internasional,” kata Ramadhan.
Terjunnya SBY secara langsung dalam menggerakkan langkah politik pilkada Jakarta, bagi Ramadhan karena Jakarta sebagai barometer politik nasional.
Sekarang, tinggal seberapa kuat SBY mampu menunjukkan pengaruhnya sebagai eksistensi sekaligus untuk melanjutkan generasi penerusnya, salah satunya melalui Agus Harimurti. Persoalannya kini, apakah sudah saatnya sang putra mahkota tampil di pentas politik atau belum? Ini yang masih belum terjawab.
(obs/rdk)
Di atas kertas, calon yang diusung PDIP, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat, juga jauh lebih unggul dibandingkan nama-nama bakal calon lain yang mencuat saat ini. Sebut saja Sandiaga Uno, Yusril Ihza Mahendra, Rizal Ramli, Anies Baswedan hingga Agus Harimurti Yudhoyono. Popularitas dan elektabilitas mereka jelas jauh di bawah Ahok.
Untuk dapat mengusung calon, SBY menggalang kekuatan dengan partai-partai politik lain. Dengan menggandeng tiga partai yaitu Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa, SBY yang memimpin gerbong empat partai secara khusus menggelar pertemuan di kediamannya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, sebagai upaya untuk mencari lawan tanding Ahok.
Selain menggelar safari politik keliling Jawa untuk menghadapi pilkada serentak tahun depan, dalam beberapa kesempatan SBY juga melontarkan pernyataan yang kontra terhadap kepemimpinan Ahok.
Keterlibatan aktif SBY dalam pertarungan pilkada Jakarta tak bisa dilepaskan dari posisinya sebagai ketua umum partai sekaligus ketua majelis tinggi. Bahkan SBY juga ikut merangkap sebagai juru bicara partai setelah mengambil alih dari Ruhut Sitompul.
Peran SBY begitu dominan, termasuk dalam pertarungan pilkada Jakarta, menurut pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Vidhyandika D. Perkasa, juga menunjukkan eksistensi SBY dalam percaturan politik yang prestise.
Lebih dari itu, kata Ketua Departemen Politik dan Hubungan International CSIS itu, SBY ingin tetap meneruskan dinasti politik kekuasaannya melalui anak-anaknya. Kesan politik dinasti adalah lumrah sejauh memiliki kapasitas dan kapabilitas.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Ramadhan Pohan menyebut, munculnya nama Agus Harimurti sebagai salah satu bakal calon pemimpin Jakarta bukan berasal dari keinginan pribadi SBY.
“Banyak yang usul begitu Pak SBY. Baik kader, internal maupun kalangan luar. Pak SBY mencermati semua. Agus memang mutiara dan selalu menonjol dalam pendidikan militer baik domestik maupun internasional,” kata Ramadhan.
Terjunnya SBY secara langsung dalam menggerakkan langkah politik pilkada Jakarta, bagi Ramadhan karena Jakarta sebagai barometer politik nasional.
Sekarang, tinggal seberapa kuat SBY mampu menunjukkan pengaruhnya sebagai eksistensi sekaligus untuk melanjutkan generasi penerusnya, salah satunya melalui Agus Harimurti. Persoalannya kini, apakah sudah saatnya sang putra mahkota tampil di pentas politik atau belum? Ini yang masih belum terjawab.
(obs/rdk)
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
Lihat Semua
BERITA UTAMA
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK