Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Sekretariat Negara menyatakan, tidak memiliki, mengetahui dan menguasai dokumen laporan akhir Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) atas kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib.
Asisten Deputi Hubungan Masyarakat Kementerian Sekretariat Negara Masrokhan mengatakan, hal itu sesuai dengan fakta dan bukti persidangan dalam persidangan di Komisi Informasi Publik (KIP).
"Hal ini sesuai dengan bukti dan fakta persidangan yang disebutkan dalam pertimbangan Majelis Komisioner KIP bahwa Kemsetneg tidak menguasai dokumen tersebut," ujar Masrokhan dalam keterangan resmi yang diterima
CNNIndonesia.com, Selasa (11/10).
Selain tidak memiliki dokumen, menurut Masrokhan, sekretariat negara juga tidak diperintahkan Majelis Komisioner KIP untuk mengumumkan laporan TGPF kasus Munir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi Kemsetneg tidak mungkin mengumumkan laporan TGPF yang tidak dikuasainya," ujar Masrokhan.
Namun, Masrokhan berkata, sekretariat negara akan menunggu salinan amar putusan sidang KIP yang memerintahkan pemerintah untuk membuka hasil temuan laporan TGPF kasus Munir.
"Kami sedang menunggu salinan putusan dari KIP untuk kami pelajari terlebih dahulu sebelum menentukan langkah selanjutnya," kata Masrokhan.
Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar mengatakan, berdasarkan proses persidangan bahwa surat yang menjadi hasil dari pencarian TGPF disimpan oleh Sekretaris Negara.
Menurut Haris, dengan sudah terbuktinya penyerahan dokumen TGPF Munir kepada Presiden, maka tidak ada lagi alasan menunda mengumumkan dokumen tersebut kepada masyarakat.
Melihat apa yang terjadi saat ini, Haris mengatakan KontraS tak akan diam. Maka itu, seperti diatur pada Pasal 53 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, KontraS mendesak KIP untuk memerintahkan Presiden RI mengumumkan hasil penyelidikan TGPF Munir kepada masyarakat.
KontraS juga meminta pengusutan secara pidana jika dokumen TGPF Munir tersebut telah hilang atau sengaja dihilangkan dari administrasi kepresidenan.
(yul)