Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai kontrak politik sebagai hak dan pilihan bagi para calon tersebut. Kontrak politik bukan kewajiban, namun bisa menjadi ukuran integritas calon kepala daerah.
"Menurut saya itu pilihan ya, kan ada yang janji di depan atau di belakang," kata Fadli saat ditemui di gedung DPR/MPR RI, Rabu (12/10).
Fadli menjelaskan kontrak politik sama dengan janji yang dibuat oleh para calon dan akan dilaksanakan jika pasangan calon itu menang di pilkada. Karena sifatnya adalah janji dan itu harus ditepati, maka kontrak politik juga menjadi tolak ukur integritas pasangan calon.
Dengan kata lain, integritas sang calon akan terangkat jika mampu memenuhi janji dalam kontrak politik. Sebaliknya, integritas seorang calon akan dipertanyakan jika tak menepatinya. "Saya kira ukuran integritas seseorang menepati janjinya atau tidak," ujar Fadli.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Fadli, kontrak politik merupakan hal yang wajar sehingga tak perlu dibesar-besarkan. "Kontrak politik wajar saja, kalau mereka (calon) mau mengikuti keinginan kelompok tertentu kemudian mereka (warga) meyakini calon itu akan memenuhi tuntutan yang dibebankan, saya kira wajar saja. Tak ada masalah," kata dia.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional Yandri Susanto menegaskan bahwa kontrak politik jangan sampai menjadi angin surga belaka bagi masyarakat. Kontrak politik itu harus memberikan pencerahan bagi warga. "Dalam rangka menata Jakarta lebih baik sesuai dengan aturan perundang-undangan," kata Yandri.
Isu kontrak politik di Pilkada DKI Jakarta pada 2017 muncul setelah salah satu pasangan calon, Anies Baswedan, menandatangani kontrak politik dengan warga di kawasan Tanah Merah, Rawa Badak, Jakarta Utara.
Berbeda dengan Anies, pasangan calon dari Poros Cikeas Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni malah menolak melakukan itu.
Agus beranggapan bahwa kontrak politik seharusnya ditandatangani saat sang calon sudah resmi dilantik menjadi kepala daerah.
"Saya paling menghindari janji-janji dalam bentuk kontrak politik," kata Agus saat ditemui di rusunawa Sindang, Selasa (11/10).
Menurut Agus, kontrak politik seharusnya dilakukan untuk seluruh warga Jakarta, bukan hanya untuk warga di satu wilayah saja. Dia khawatir jika kontrak politik hanya dilakukan di satu wilayah, maka ada potensi bertabrakan dengan kontrak di wilayah lain.
(wis/sur)