Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kembali memicu kegaduhan setelah melontarkan pernyataan yang dinilai banyak pihak
nyeleneh dengan menyebut ayat 51 dalam Surat Al Maidah. Suhu politik ibu kota yang tengah memasuki masa Pemilihan Kepala Daerah DKI, semakin memanas akibat ucapan calon petahana tersebut.
Ahok, sapaan Basuki, melontarkan ucapan kontroversial itu ketika berpidato di hadapan warga Kepulauan Seribu, dua pekan lalu (27/9). Saat itu, Ahok yang tengah menjelaskan program kerjanya, menyebut-nyebut ayat 51 dalam Surat Al Maidah.
"Saya ingin cerita ini supaya bapak ibu semangat. Jadi enggak usah pikiran, 'ah... nanti kalau enggak kepilih pasti Ahok programnya bubar'. Enggak, saya sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai Surat Al Maidah 51, macem-macem itu," kata Ahok kepada warga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu hak bapak-ibu, jadi bapak-ibu perasaan enggak bisa pilih nih, 'karena saya takut masuk neraka', dibodohin gitu ya. Enggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja," kata Ahok.
Ucapan itu sontak memicu beragam reaksi. Sebagian warga muslim ibu kota marah. Mereka mengecam pernyataan Ahok yang mereka anggap menghina kitab suci umat Islam.
Di sisi lain, para pendukung Ahok melihatnya dengan cara berbeda. Menurut mereka, pernyataan Ahok telah dipelintir sehingga menimbulkan makna negatif.
Elite politik pun ikut menanggapi pernyataan Ahok. Namun, yang menarik diperhatikan tentu saja sikap dari Agus Harimurti Yudhoyono dan Anies Baswedan, dua bakal calon gubernur yang akan bersaing dengan Ahok.
Agus yang berpasangan dengan Sylviana Murni adalah calon yang diusung oleh Poros Cikeas yang beranggotakan Partai Demokrat, PKB, PAN, dan PPP. Sedangkan Anies maju bersama Sandiaga Uno berbekal dukungan Partai Gerindra dan PKS.
Sikap Tegas Anies
Anies lebih dulu merespons pernyataan Ahok. Ia mengeluarkan pernyataan lewat sebuah status panjang di halaman
Facebook pribadinya.
Isinya tegas. Ia mengkritik pernyataan Ahok yang dinilainya telah mengganggu ketenangan, kenyamanan, sekaligus menyulut kemarahan warga.
Mantan rektor Universitas Paramadina Jakarta itu juga mengingatkan pentingnya komitmen dan ikhtiar menjaga kedamaian. Dan di sisi lain, Anies menganggap wajar apabila ada pihak-pihak mengajukan tuntutan hukum atas pernyataan itu.
"Maka itu harus dipandang sebagai suatu yang wajar ditempuh dalam sebuah negara hukum seperti Indonesia. Kata dan perbuatan bisa memiliki konsekuensi hukum. Kita harus menghormatinya," kata Anies di halaman
Facebook-nya.
Pernyataan itu dikeluarkan Anies pada 8 Oktober, ketika perdebatan publik atas pernyataan Ahok sedang memanas. Dua hari kemudian, Ahok secara resmi mengucapkan permintaan maaf atas pernyataannya.
Agus yang Tenang
Berbeda dengan Anies, Agus Yudhoyono memperlihatkan sikap yang lebih tenang. Ia baru mengeluarkan pernyataan resmi satu hari setelah Ahok meminta maaf kepada publik. Isinya pun jauh dari nuansa emosional.
Alih-alih mengkritik, Agus justru mengapresiasi permintaan maaf Ahok dan menyebut kasus yang dialami calon petahana itu sebagai pelajaran berharga untuk semua pihak.
"Saya yakin ini adalah pelajaran berharga, kita ingin demokrasi yang damai dan jauh dari kegaduhan antar sesama anak bangsa," katanya.
Sesungguhnya tak ada yang mencolok dari sikap kedua pesaing Ahok. Hanya saja, jika dibandingkan, sikap Anies terkesan lebih emosional ketimbang Agus.
Pernyataan Anies yang mengkritik ucapan Ahok menjadi sebuah catatan tersendiri. Kritiknya rentan dinilai sebagai politisasi atas kasus yang melilit Ahok.
Hal itu tercermin dari sejumlah komentar netizen atas sikap Anies. Di antara komentar-komentar yang mendukung Anies, terselip beberapa komentar yang justru balik mengkritik Anies.
Ada yang menyebut Anies memanfaatkan simpati publik. Bahkan menilai Anies sengaja memperkeruh suasana yang tengah memanas.
Anggapan itu sebenarnya bisa dipahami di tengah polarisasi warga Jakarta yang sedang memasuki masa Pilkada DKI Jakarta. Namun, justru pada situasi seperti inilah semua calon semestinya bisa ikut menenangkan suasana.
Dalam konteks ini, baik Anies maupun Ahok bisa disebut tidak maksimal dalam menjaga suhu politik di ibu kota. Keduanya, meski lebih berpengalaman, tampaknya harus belajar dari Agus yang relatif masih hijau di dunia politik.
(wis/rdk)