Jakarta, CNN Indonesia -- Subdirektorat V pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya masih menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan terkait kasus dugaan korupsi renovasi gedung C Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).
Kepala Unit V Ditreskrimsus Komisaris Aswin mengatakan, laporan BPKP merupakan dasar Kepolisian menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) terhadap kasus Bapeten.
"Kesulitan kami meningkatkan kasus penyidikan karena belum menerima hasil audit BPKP," ujar Awin di Kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu (12/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain untuk menerbitkan sprindik, ujar Aswin, laporan audit BPKP dapat menjadi dasar kesimpulan sementara tentang kerugian negara.
Sampai saat ini, Polda Metro Jaya belum bisa memastikan ada tidaknya kerugian negara serta pejabat negara yang terlibat kasus Bapeten.
Aswin menuturkan, sejak menerima limpahan kasus Bapeten dari Bareskrim Polri, lembaganya telah menggali keterangan dari 59 orang yang berperan dalam proyek itu. Mereka pernah bekerja di Bapeten, misalnya peserta lelang proyek, ahli, dan Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir Yogyakarta.
Namun, kata Aswin, kepolisian belum mendapat informasi signifikan atas dugaan korupsi Bapeten. "Keterangan para pihak itu sudah kami layangkan ke BPKP."
Bareskrim sebelumnya menduga telah terjadi tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan barang, perencanaan, dan manajemen konstruksi gedung C Bapeten di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, tahun anggaran 2013.
Kepolisian menduga terdapat penggelembungan harga pada proses pengadaan, perencanaan, dam menajemen gedung.
Di sisi lain, KPK pernah mengusut kasus korupsi di Bapeten pada 2007. Ketika itu, KPK menetapkan anggota DPR periode 1999-2004 Noor Adenan Razak, Sekretaris Utama Bapeten Hieronimus Abdul Salam, dan pimimpin proyek pembangunan diklat Cisarua Sugiyo Prasojo menjadi tersangka.
Noor disebut menerima gratifikasi senilai Rp1,5 miliar untuk meloloskan anggaran belanja tambahan Bapeten tahun 2004 sebesar Rp35 miliar.
Sementara Hieronimus dan Sugiyo dituduh meningkatkan secara sepihak harga pembangunan gedung diklat, dari Rp170 menjadi Rp312 ribu per meter persegi.
Bapeten adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Lembaga itu melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan terhadap pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia.
Sedangkan Batan, atau Badan Tenaga Atom Nasional, adalah lembaga nonkementerian yang juga berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Lembaga tersebut dipimpIn oleh seorang kepala, dan memiliki fungsi untuk perumusan kebijakan serta pengembangan tenaga dan energi nuklir di Indonesia.
Catatan Redaksi: Perubahan judul yang sebelumnya berbunyi ‘Polisi Tunggu Audit soal Dugaan Korupsi Badan Tenaga Nuklir’ diganti menjadi ‘Polisi Tunggu Audit soal Dugaan Korupsi Bapeten’. Dengan demikian, koreksi sudah dilakukan dan harap maklum bagi pihak yang berkepentingan. (abm/agk)