Jakarta, CNN Indonesia -- Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) belum menerima permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri aliran dana perusahaan energi MAXpower Group Pte Ltd.
MAXpower merupakan korporasi yang induknya terdaftar sebagai perusahaan terbuka di Amerika Serikat, yang diduga menyuap sejumlah pejabat Indonesia terkait investasi pembangkit listrik.
"Setahu saya belum ada permintaan dari KPK. Kalau mereka membutuhkan, prinsipnya kami menelusuri aliran dana ke mana saja," Kepala PPATK Muhammad Yusuf di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/10).
Hingga kini, Biro Investigasi Federal AS masih mendalami dugaan suap tersebut. KPK telah menyatakan siap menindaklanjuti penyelidikan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dari hasil penyelidikan FBI ternyata ditemukan ada aliran dana ke penyelenggara negara Indonesia, kami akan tindak lanjuti," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dua pekan lalu.
MAXpower adalah perusahaan terkemuka di Asia Tenggara yang memiliki spesialisasi pelayanan listrik berbahan bakar gas. Perusahaan ini mengirimkan listrik yang terjangkau ke berbagai daerah terpencil yang kekurangan listrik di Indonesia dan Myanmar.
Menurut Alexander, dugaan suap MAXpower mirip kasus suap proyek pembangkit listrik tenaga uap antara perusahaan AS Alstom Power Inc dan korporasi Jepang Marubeni Inc kepada politikus PDIP Emir Moeis pada 2004. Saat itu, suap yang diterima Emir senilai US$357 ribu.
"Ini kan sama dengan yang diterima Emir Moeis, suap yang dilakukan pihak perusahaan yang ada di luar negeri," ucapnya.
Penyelidikan FBI di bawah komando Departemen Kehakiman AS kini tertuju pada dugaan adanya pelanggaran beleid antikorupsi oleh eksekutif MAXpower. Mereka dituding memberikan suap untuk memenangkan kontrak pembangkit listrik.
Di sisi lain, tiga pendiri MAXpower Indonesia membantah melakukan penyuapan terhadap pejabat terkait dengan upaya pemenangan proyek energi sepanjang 2012–2015.
Tiga pendiri itu terdiri dari Arno Hendriks, Willibald Goldschmidt dan Sebastian Sauren, yang menunjuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Berdaya, sebagai penasihat hukum.
(abm/rdk)