Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar Anti-Corruption Youth Camp yang ketiga pada 18-28 Oktober 2016 di Sabang, Aceh. Perhelatan yang mengusung tema Energi Muda Desa untuk Negeri ini diharapkan mampu mendorong anak muda untuk dapat melakukan perubahan sosial di masa yang akan datang.
KPK menggandeng Indonesia Corruption Watch (ICW), Ikatan Pemuda dan Mahasiswa Sabang, Sekolah Antikorupsi Aceh, MATA Aceh, GERAK Aceh, dan Ketjilbergerak Yogyakarta dalam memberikan materi soal korupsi. Acara ini diikuti oleh 69 peserta yang berasal dari 42 komunitas dan organisasi kepemudaan yang berada di 17 daerah di Indonesia.
KPK menilai, pemuda sebagai agen perubahan yang bisa diandalkan di masa yang akan datang. Sejarah menyebutkan anak muda merupakan sosok yang paling dominan dalam melakukan reformasi. Ambil contoh, organisasi mahasiswa Boedi Oetomo (1908) yang melawan dominasi kaum tua yang anti perubahan dan Sumpah Pemuda (1928) yang menjadi tonggak pemersatu anak muda Indonesia.
Ada juga peristiwa penculikan Soekarno oleh para pemuda untuk Proklamasi Kemerdekaan pada peristiwa Rengasdengklok (1945), tumbangnya Orde Lama oleh gerakan mahasiswa (1966), dan penggulingan rezim Orde Baru dalam memperjuangkan reformasi (1998).
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, institusinya menanam sembilan nilai dasar antikorupsi, yakni jujur, peduli, mandiri, sederhana, kerja keras, tanggungjawab, berani, dan adil.
Menurut dia, perubahan sosial bisa dilakukan oleh setiap segmen. Tak terkecuali generasi muda yang dipercaya memiliki kekuatan tersendiri. Ia berharap, generasi muda dapat terlihat dalam volunterisme dan aktivitisme untuk melawan korupsi.
“Pendidikan antikorupsi harus berujung pada tumbuhnya pengetahuan, kesadaran, dan sikap nyata untuk melawan korupsi sebagai musuh bersama. Karenanya, kekuatan itu juga harus digunakan dalam perjuangan memberantas korupsi,” ujarnya dalam pembukaan Anti-Corruption Youth Camp 2016, belum lama ini.
Ardiansyah Putra, Ketua Panitia Anti-Corruption Youth Camp 2016 bilang, para pemuda ini digembleng dalam tiga tahapan kegiatan. Pertama, tahap penyemaian, di mana para peserta dibekali berbagai materi antikorupsi dari para tokoh yang memiliki pengalaman dalam melakukan perubahan sosial.
Kedua, sambung dia, kegiatan fokus pada konsep berakar, di mana para peserta dipecah menjadi empat kelompok dan ditempatkan di empat gampong (desa), yaitu Gampong Cot Bau, Gampong Aneuk Laot, Gampong Iboih, dan Gampong Jaboi.
“Pada tahap tinggal bersama penduduk, mereka ditantang untuk menyelesaikan persoalan sosial yang ada, sekaligus membangun kesadaran kolektif dan meletakkan dasar antikorupsi,” imbuh dia.
Ketiga atau tahap terakhir, kegiatan fokus pada konsep bertumbuh, di mana para peserta saling berbagi pengalaman yang dihadapi selama menetap di gampong masing-masing.
“Pada tahap bertumbuh, mereka diharapkan dapat membangun jejaring dan sinergi yang lebih solid dalam merencanakan program perbaikan di daerah asal mereka,” terang Ardiansyah.
Bank Sampah, Medsos, Hingga Keripik
Dalam praktik live in di setiap gampong, para kelompok terlihat menemukan sejumlah masalahnya masing-masing. Lalu, mereka membuat solusi yang diharapkan mampu mengatasi permasalahan tersebut. Misalnya, di Gampong Iboih, para peserta menemukan ada masalah dalam transparansi dan minimnya promosi wisata.
Terletak di ujung Pulau Sabang, Gampong Iboih yang memiliki aset wisata kilometer nol dianggap belum mampu memberdayakan media sosial dan internet untuk menarik wisatawan berkunjung ke wilayahnya.
Sementara, terkait transparansi, mereka menilai, pemerintah setempat enggan secara terbuka menyampaikan penggunaan anggaran dalam proses pembangunan wilayah tersebut. Hal ini menimbulkan indikasi dugaan korupsi dan lunturnya kepedulian masyarakat setempat akan wilayahnya.
Karenanya, kelompok terkait membuat sebuah situs khusus yang menampilkan pariwisata kilometer nol. Situs ini dibuat sebagai bagian dari penanaman nilai antikorupsi berupa kepedulian dan kemandirian.
Kelompok tersebut juga menyambangi kantor Gampong Iboih dan menggelar audiensi dengan pihak-pihak terkait masalah transparansi. Mereka menyampaikan masukan hasil penyemaian tentang tata kelola pemerintahan yang transparan dan berakuntabilitas.
Kelompok lain yang ditempatkan di Gampong Cot Bau menemukan masalah sosial terkait minimnya kesadaran masyarakat akan kebersihan. Kelompok ini lantas menggelar asosiasi dan simulasi Bank Sampah dan menabung hasil penjualan sampah yang diperolehnya.
Dua kelompok lain yang ada di Gampong Iboih dan Aneuk Laot memilih melakukan sosialisasi korupsi dan melakukan inovasi baru untuk meningkatkan promosi pariwisata. Hal ini dilakukan karena, mereka tidak menemukan masalah krusial di wilayahnya masing-masing.
Di Gampong Jaboi, kelompok lainnya membuat inovasi keripik mangrove sebagai oleh-oleh wisatawan yang berkunjung ke Sabang. Mereka menilai, belum ada makanan khas atau oleh-oleh khas selain baju bertuliskan Sabang.
Terakhir, di Gampong Aneuk Laot menggelar sosialisasi dan deklarasi antikorupsi kepada masyarakat setempat. Meski, proses transparansi telah berjalan. Diharapkan, hal ini mampu meningkatkan komitmen masyarakat dan aparatur setempat dalam mencegah terjadinya korupsi dan penyalahgunaan kewenangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT