Indo Defence Dinilai Ajang Berebut Pasar Pertahanan Indonesia

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Rabu, 02 Nov 2016 14:03 WIB
Rusia disebut lebih gencar menawarkan alutsista ke Indonesia. Namun pelibatan broker membuat mereka kalah bersaing dibandingkan negara Barat.
Rusia disebut lebih gencar menawarkan alutsista ke Indonesia. Namun pelibatan broker membuat mereka kalah bersaing dibandingkan negara Barat. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat pertahanan dari Centre for Strategic and International Studies Kusnanto Anggoro menyebut ajang Indo Defence 2016 merupakan ajang perlombaan antara perusahaan persenjataan luar negeri untuk merebut pangsa pasar Indonesia.

Kusnanto berkata, dibandingkan Amerika Serikat, belakangan ini Rusia terlihat lebih gencar menawarkan produk pertahanan kepada Indonesia. Namun, menurutnya Rusia belum sepenuhnya mendominasi tender di Indonesia.

Salah satu kendala Rusia dalam memenangkan lelang pengadaan alat pertahanan di Indonesia adalah kecenderungan mereka melibatkan broker. Padahal, Peraturan Menteri Pertahanan 17/2014 melarang pelibatan pihak ketiga.
Proses pembelian Sukhoi jenis Su-30 MK2 oleh Kemhan pada 2011 misalnya, diduga terjadi lewat campur tangan broker.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sempat dilaporkan ke KPK, dugaan itu tidak berlanjut ke tahap berikutnya. Rusia menyatakan perusahaan pelat merah Rosoboronexport sebagai satu-satunya pihak yang berhubungan langsung dengan Kemhan.

“Saya kira Rusia belum akan secara signifikan menggeser dominasi negara-negara Barat,” kata Kusnanto, Senin lalu.
Direktur Teknologi dan Industri Pertahanan Kemhan Brigjen Jan Pieter Ate menolak anggapan Indo Defence merupakan arena perebutan pengadaan alutsista Indonesia.

“Bukan berebut pasar Indonesia. Indonesia hanya salah satu yang berpeluang besar untuk menjadi partner mereka,” ucapnya.

Menurut Jan, dalam 15 tahun ke depan, Indonesia diprediksi akan masuk daftar sepuluh besar negara berpengaruh di tingkat global. Ia juga mendasarkan pendapatnya pada status ASEAN sebagai kekuatan ekonomi nomor tujuh terbesar di dunia.

Kekuatan Turun

Merujuk penyerapan teknologi, Kusnanto mengatakan, hingga 2014 daya serap teknologi TNI AL turun empat persen, sementara TNI AU turun dua persen. Di sisi lain, TNI AD disebutnya stagnan dalam menyerap perkembangan teknologi persenjataan terkini.

Merujuk pada angka itu, Kusnanto menuturkan, kesiapan Indonesia menghadapi perang modern yang melibatkan teknologi tinggi tidaklah baik.

“Indonesia menjadi lebih lemah dibandingkan beberapa negara tetangga, terutama Singapura dan Australia. Untuk perang konvensional ceritanya mungkin akan berbeda, cuma saya enggak membayangkan akan ada perang berkarakter itu di Asia Tenggara," ujarnya.
(abm/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER