Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo berharap sejumlah organisasi masyarakat tidak kembali menggelar unjuk rasa lanjutan untuk menuntut penanganan perkara dugaan penodaan agama yang dituduhkan kepada Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Saya harap sudah tidak ada," kata Jokowi di Jakarta, kemarin.
Jokowi berkata, ia sudah mengupayakan konsolidasi dengan banyak pihak sebelum dan setelah demonstrasi tanggal 4 November lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dialog dengan petinggi Majelis Ulama Indonesia, Pengurus Pusat Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, serta belasan organisasi masyarakat berbasis Islam lainnya telah dijalankan Jokowi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga mengklaim telah berkonsolidasi dengan beberapa partai. "Semuanya sudah. Satu-satu, tidak berbarengan juga," ucapnya.
Usai bertemu Jokowi kemarin sore di Istana Negara, Ketua Jami'atul Washliyah Yusnar Yusuf mengaku belum mendengar rencana unjuk rasa lanjutan tanggal 25 November.
"Sampai sekarang isu itu belum sampai ke kami. Tentunya isu itu bisa saja dibangun orang-orang yang tidak sepakat dengan apa yang sudah dilakukan hari ini," ujarnya.
Yusnar menuturkan, pimpinan Ormas Islam yang bertemu Jokowi siap membantu pemerintah menenangkan umat Islam yang marah atas dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok. Mereka mengimbau umat percaya kepada penyelidikan Bareskrim Polri.
Meski demikian, Yusnar tidak dapat membendung keinginan massa untuk tetap berunjuk rasa. Terlebih, ormas yang dipimpinnya juga hadir pada demonstrasi Jumat pekan lalu.
"Kemarin kan tidak semata-semata digerakan ormas, tapi kalbu mereka yang datang, ini penghinaan Alquran. Kami datang," katanya.
Dugaan penistaan agama oleh Ahok menyebabkan massa dua kali turun ke jalan. Aksi pertama, 14 Oktober, Front Pembela Islam dan sejumlah ormas lain
long march dari Masjid Istiqlal ke Balai Kota.
Aksi kedua, 4 November,
long march dilakukan hingga Istana Negara dengan massa lebih banyak mencapai ratusan ribu. Demo dilakukan karena mereka saat itu tidak melihat keseriusan pemerintah melalui aparat menangani perkara Ahok.
(abm/sur)