Jakarta, CNN Indonesia -- Menghabiskan masa kecil hingga sekolah dasar di Belitung, Antasari Azhar yang beranjak remaja pindah ke Jakarta. Kehidupannya di ibukota dimulai saat duduk di bangku sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah atas.
Namun Antasari kembali meninggalkan Jakarta untuk menempuh studi S1 di Universitas Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan. Selama kuliah, Antasari dikenal aktif dalam berbagai organisasi hingga akhirnya menjabat Ketua Senat dan Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa.
Setelah lulus tahun 1981 dari Jurusan Tata Negara Fakultas Hukum Unsri, Antasari mengikuti sejumlah kursus di antaranya Commercial Law di New South Wales University Sydney dan Investigation for Environment Law, EPA, Melbourne.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karier profesionalnya dimulai dari Departemen Kehakiman tahun 1981-1985. Setelah itu, anak keempat dari 15 bersaudara ini terus berkarier di ranah hukum dengan menjadi Jaksa Fungsional di Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang mulai 1989.
Selanjutnya berturut-turut, Antasari terus berada di Korps Adhyaksa, hingga puncaknya menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tahun 2000-2007. Saat menjabat Kejari Jaksel, dia gagal mengeksekusi Tommy Soeharto yang telah diputus Mahkamah Agung (MA) dalam kasus korupsi tukar guling (ruislag) Gudang Bulog untuk pembangunan pusat perbelanjaan Goro.
Kegagalan Antasari mengeksekusi Tommy berawal dari penolakan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 2 November 2000 atas grasi yang diajukan Tommy.
Antasari lantas meminta Tommy datang ke Kejari Jaksel, namun yang diundang tak kunjung tiba. Hari itu juga, Antasari membaca pemberitaan bahwa dirinya dilaporkan Jaksa Agung ke Mabes Polri.
Tak hanya itu, dia juga menerima panggilan sebagai tersangka dengan tuduhan melakukan kesalahan prosedur eksekusi. Antasari sempat dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka.
“Dulu masalah eksekusi Tommy, saya menunjuk seorang jaksa selaku eksekutor. Tapi pemantauan tetap di tangan saya. Tiba-tiba saya ada panggilan dari Mabes Polri sebagai tersangka, saya kaget waktu itu, tapi tidak bocor ke wartawan,” kata Antasari di kediamannya, Kamis (10/11).
Antasari tidak terima dituduh melakukan kesalahan prosedur, apalagi sampai melibatkan penyidik Polri untuk menangani tudingan itu. Menurutnya, jika ada kesalahan prosedur, seharusnya menjadi kewenangan pengawas Kejaksaan Agung lantaran jabatan dia sebagai Jaksa.
“Tapi setelah saya memberi keterangan dan selesai, enggak tahu juntrungannya. Apakah masih tersangka saya ini, apa sudah dihentikan, saya enggak tahu sampai hari ini. Waktu itu 2001. Mungkin juga sudah kedaluwarsa kali,” tutur Antasari.
Persoalan dalam kasus Tommy itu tetap membawa Antasari menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011. Antasari mengungguli Chandra Martha Hamzah dan mengantongi 41 suara dalam pemungutan suara di Komisi III DPR kala itu.
Di KPK, Antasari langsung menangkap tangan Jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani, terkait suap kasus Batuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syamsul Nursalim.
Namun kiprah Antasari terhenti tak sampai dua tahun menjabat Ketua KPK. Dia diberhentikan tetap oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 11 Oktober 2009 setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnaen.
(rdk)