Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur The Australia-Indonesia Centre Kevin Evans menyatakan, ada hubungan antara korupsi, bisnis, dan politik di Indonesia. Hal itu disebabkan oleh buruknya sistem politik yang diterapkan di Indonesia.
Evans menuturkan saat ini partai politik dituntut mencari anggaran sendiri untuk kepentingan politiknya. Oleh karena itu, partai politik mencari celah untuk mendapat pendanaan, khususnya dari pengusaha.
"Semua partai secara terpaksa tidak punya opsi, cari dana dari swasta mencari iuran," ujar dia di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (17/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Evans menuturkan, di beberapa negara maju, pendanaan umum partai politik telah dibiayai oleh pemerintah. Hal itu dilakukan dalam rangka menghapus korupsi dan konflik kepentingan dalam setiap proses pengambilan kebijakan.
Saat ini, pendanaan parpol diatur oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Parpol. UU itu menjadikan pengelolaan keuangan sebagai urusan internal parpol.
Lebih lanjut, dia menyarankan, pemerintah Indonesia bisa segera mengadopsi kebijakan tersebut. Ia menilai, kebijakan itu juga mempermudah pemerintah dalam melakukan monitoring.
"Pendanaan umum membuat parpol tidak bermain lagi. Pendanaan itu juga membuat parpol fokus meningkatkan mutu," ujarnya.
Di sisi lain, Evans juga tak mempungkiri bahwa tetap akan ada oknum tertentu yang akan mencari celah untuk korupsi di balik pendanaan tersebut. Ia hanya berharap, kebijakan pendanaan parpol dapat meminimalisir praktik korupsi di politik.
"Sistem termasuk individu. Di semua negara tetap ada psikopat yang mencari kesempatan dalam kesempitan," ujarnya.
Politikus Korup
Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Sarifuddin Sudding sepakat dengan pernyataan Kevin bahwa tidak adanya pendanaan bagi parpol menjadi penyebab banyak anggota DPR terlibat korupsi.
Ia mengatakan para oknum anggota DPR yang terlibat korupsi kerap menyalahgunakan kewenangannya untuk mencari untung untuk kepentingan sendiri dan partai.
"Banyak pihak yang berkentingan melakukan lobi. Makanya perlu menjadi perhatian," ujar Sarifuddin.
(asa)