'Korupsi dan Birokrasi Hambat Negara Kendalikan Korporasi'

M Andika Putra | CNN Indonesia
Jumat, 14 Okt 2016 09:42 WIB
Ketika pemerintah dan korporasi sudah memiliki hubungan yang saling menguntungkan, kesejahteraan masyarakat tidak menjadi prioritas.
Komisioner Komnas HAM Nur Kholis menilai, korupsi dan birokrasi menjadi hambatan utama untuk mengendalikan korporasi. (CNN Indonesia / Abi Sarwanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Nur Kholis menilai, korupsi dan birokrasi menjadi hambatan utama negara Indonesia untuk mengendalikan korporasi. Ia menyatakan itu setelah dialog publik dengan tema 'Lawan Kejahatan Korporasi' di kantor Wahana Ligkungan Hidup Indonesia (WALHI), kemarin.

"Korupsi menjadi hambatan. Birokrasi pemerintahan Indonesia yang sulit beradaptasi dengan tuntutan publik juga menjadi faktor. Negara melemah karena sikapnya sendiri," kata Kholis saat ditemui oleh CNNIndonesia.com.

Kholis menjelaskan, dalam konteks ini korupsi terjadi antara korporasi dengan pemerintah. Ketika pemerintah dan korporasi sudah memiliki hubungan yang saling menguntungkan, kesejahteraan masyarakat tidak menjadi prioritas. Sehingga korporasi menjadi sulit dikendalikan oleh negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beberapa waktu lalu, WALHI menilai ada beberapa peraturan pemerintah yang akan menguntungkan korporasi dan membuat korporasi sulit dikendalikan. Seperti Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkelapasawitan yang diusulkan oleh Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). RUU itu menjadi satu prioritas dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2016 yang direncanakan terbit tahun 2017.

Kepala Departemen Kajian Pembelaan dan Hukum WALHI Zenzi Suhadi mengaku sudah melihat salinan RUU tersebut. Pasal dalam RUU itu mengamputasi pasal di UU Perkebunan, Lingkungan, Pokok Agraria serta Kehutanan. Ketika disahkan, pelanggaran pidana dan perdata yang dilakukan korporasi tidak bisa dijerat.

Langgar HAM

Kholis menjelaskan korporasi yang sulit dikendalikan berpeluang melakukan pelanggaran HAM. Berdasarkan data Komnas HAM tahun 2012 tercatat 446 kasus pelanggaran HAM karena konflik dan sengketa agraria. Pada kejadian itu kepentingan antara pemerintah, korporasi dan masyarakat tidak padu.

Itu menjadi bukti kuat bahwa kejahatan korporasi perlu diperhatikan dan harus dikendalikan. Kholis yakin korporasi bisa diajak kerja sama bila menjalankan sistem yang bersih tanpa korupsi.

"Saya di Komnas HAM beberapa kali bertemu dengan korporasi. Mereka sampaikan kalau ada garansi sistem bersih mereka ikut, tapi kalo kotor mereka tidak punya pilihan. Bagi mereka yang penting bisnis jalan terus," kata Kholis.

RUU Perkelapasawitan bukan satu-satunya aturan yang menguntungkan korporasi. Pada sektor pertambangan juga ada aturan serupa. Yaitu revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang diusulkan Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan.

Kepala Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar menjelaskan lewat revisi itu pemerintah akan memberikan periode relaksasi ekspor selama tiga hingga lima tahun, terhitung sejak 2014. Dengan begitu smelter yang dibangun oleh perusahaan menjadi sia-sia, karena perusahaan diberikan kelonggaran mengekspor bahan mentah.

"Pemerintah ini seperti diatur oleh perusahaan, bukan mengatur perusahaan. Bagi kami upaya nyata pemerintah bernegosiasi dengan perusahaan belum berjalan dengan baik, karena perusahaan itu sendiri yang untung," ujar Melky saat jumpa pers pada Selasa (11/10) lalu.

Sementara itu, birokrasi juga menjadi faktor sulitnya negara mengendalikan korporasi. Kata kholis sistem birokrasi Indonesia yang lambat dianggap tidak efisien oleh korporasi. Sehingga korporasi menghalalkan segala cara.

"Alasan korporasi menyogok karena ingin memotong proses supaya cepat. Bagi korporasi time is money," kata Kholis.

Kholis menjelaskan bahwa pengendalian korporasi yang sulit memang menjadi masalah bagi negara dunia ketiga seperti Indonesia. Laporan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), kata Kholis, juga menyatakan hal serupa. Korporasi masih menjadi persoanal bagi kebanyakan negara dunia ketiga.

Untuk mengatasi hal ini perlu dibangun sistem yang transparan. Kholis yakin dengan sistem transparan tidak ada tempat bagi aktor untuk mekalukan korupsi. Sistem yang transparan harus diikuti dengan perubahan birokrasi yang lebih mudah.

"Saya objektif saat ini kita punya pemerintah yang bersih dan itu bisa menjadi modal (mengendalikan korporasi). Memang proses di Indonesia lambat, tapi jangan kecewa kita harus berjuang terus," kata Kholis. (rel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER