Instruksi Kapolri Soal Pembatasan Aksi Dinilai Wajar

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Rabu, 23 Nov 2016 06:50 WIB
Peringatan terhadap dugaan aksi makar dari Polri dianggap mencerminkan sikap antisipatif aparat keamanan menghadapi kemungkinan terburuk.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengimbau demonstrasi tidak disertai aksi yang berbau makar. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, menyebutkan ada sekelompok orang ingin ‘menguasai’ Gedung DPR RI dalam demo 25 November atau sepekan sebelum aksi 2 Desember.

Menurut pengamat politik Karyono Wibowo, pernyataan Kapolri mengenai informasi rencana makar pada demo 25 November, dianggap sudah tepat disampaikan kepada publik.

"Pernyataan Kapolri didasari sejumlah data dan informasi yang tercium ada gerakan-gerakan yang inkonstitusional," kata Karyono saat dihubungi CNNIndonesia.com.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini menurut Karyono agar masyarakat tidak salah persepsi dan memahami bahwa aksi demonstrasi rawan ditunggangi kepentingan lain, terutama soal makar.

"Kalau tidak diekspos ke publik, nanti masyarakat justru bertanya-tanya," ucapnya.

Menurut Karyono, aksi menuntut penahanan Ahok ini berbahaya karena berkaitan dengan isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Dengan demikian, langkah antisipasi berupa larangan atau pembatasan yang dilakukan Polri dan TNI, kata Karyono, adalah hal wajar.

"Karena nanti yang disalahkan aparat keamanan terutama kepolisian. Kalau terjadi instabilitas keamanan, gangguan keamanan, ketertiban, umum Polri yang terkena dampak," ujar Karyono.

Sementara itu, Ketua Setara Institute, Hendardi menilai aksi lanjutan pada 2 Desember tidak relevan. Untuk itu, Hendardi meminta agar Polri mengambil langkah-langkah tegas.

"Polri harus menyusun langkah penegakan hukum pada kelompok yang main hakim sendiri (vigilante) karena tindakannya yang melawan hukum, menebar ancaman dan menebar kebencian yang melampaui batas," kata Hendardi dalam keterangannya.

Menurut Hendardi, jika aksi 2 Desember sebagai bentuk desakan penangkapan dan penahanan Ahok, telah mencederai demokrasi karena tidak menghormati proses yang tengah berjalan.

“Penghakiman massa adalah bentuk tindakan antidemokrasi. Pimpinan NU, Muhammadiyah, MUI, secara terbuka menyatakan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Karena itu aksi gelar sajadah tidak lagi relevan," ujar Hendardi.

Pernyataan mengenai rencana makar ini membuat pertanyaan bagi sejumlah pihak. Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengkritik pernyataan Kapolri tentang upaya ‘penguasaan’ DPR oleh sekelompok orang, karena dapat menimbulkan kegentingan baru. "Menurut saya, pernyataan-pernyataan perlu terukur. Jangan membuat satu spekulasi yang membuat kegentingan-kegentingan baru," kata Fadli.

Dia menuturkan seharusnya informasi intelijen harus didalami dan diklarifikasi lebih dahulu, serta tak mengeluarkan informasi mentah. Tindakan itu, kata Fadli, merupakan tindakan amatiran.

Sementara itu Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) membantah tidak terkait dengan aksi 25 November yang dituding akan makar. Sekretaris FPI Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin menegaskan mereka tidak mengetahui aksi tersebut dan tetap berkukuh pada aksi damai 2 Desember.

"Tanggal 25 itu bukan demo kami. Kami GNPF MUI aksi damai tanggal 2 Desember," kata Sekretaris Jenderal DPP FPI Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin lalu. (yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER