Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti memprediksi, demonstrasi pada 2 Desember mendatang tak akan sebesar demo 4 November lalu. Menurutnya, aksi tersebut membesar karena tak murni membela agama, namun memiliki unsur politis.
Penetapan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama, diyakini mampu meredam massa yang akan mengikuti aksi tersebut.
"Puncaknya sudah 4 November lalu. Saat itu bukan hanya isu penistaan agama, tapi masih ada asumsi kekuatan politik yang melindungi Ahok. Itu yang mungkin menggerakkan aksi mereka," ujar Ray dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (28/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, dugaan adanya kekuatan politik yang melindungi Ahok tidak ada lagi dalam aksi 2 Desember nanti. Terlebih berkas perkara mantan Bupati Belitung Timur itu telah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.
Ray menilai, alasan aksi lanjutan yang menuntut Ahok dipenjara sudah tidak relevan. Pasalnya, ada empat langkah pengecualian yang telah dilakukan kepolisian pada kasus Ahok.
Dia menyebutkan empat pengecualian itu adalah proses pemeriksaan yang dibatasi waktu dua pekan; gelar perkara yang dilaksanakan terbuka; proses gelar perkara ke kejaksaan dibatasi tidak boleh lebih dari dua pekan; dan terakhir adalah pengabaian Peraturan Kapolri Tahun 2012 tentang penundaan sementara proses hukum kepada calon kepala daerah yang tersangkut kasus pidana tertentu.
"Aturan itu untuk kasus Ahok sudah diabaikan. Maka kalau tetap mendesak dipenjarakan, untuk apa berkoar-koar pentingnya penegakan hukum. Pasti enggak ada cukupnya dan selalu mengatakan aksi itu demi hukum," ucap Ray.
Dia menambahkan, saat ini masyarakat sudah bisa menimbang apakah aksi tersebut perlu dilakukan atau tidak. Sebab tak menutup kemungkinan masyarakat yang semula mendukung aksi itu justru berbalik mengkritik. Bahkan sejumlah pihak yang mengikuti aksi 4 November lalu telah mengundurkan diri dan menegaskan tak akan mengikuti aksi lanjutan pada 2 Desember mendatang.
"Mengundurkan diri untuk ikut adalah sinyal kuat bahwa aksi itu tidak ada lagi relevansinya. Saya kurang tahu pasti jumlahnya, tapi lebih dari separuh organisasi yang ikut kemarin mundur," katanya.
Tak Ada MakarDia menilai isu makar untuk menggulingkan Presiden Joko Widodo dalam aksi tersebut tak akan terjadi pada aksi 2 Desember. Sejak kepemimpinan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, aparat penegak hukum selalu menyebutkan isu makar saat aksi massa besar-besaran.
Dia menyebutkan, sepanjang pemerintahan Presiden SBY setidaknya ada tiga kali aksi massa cukup besar yakni pada 2010, 2011, dan 2013. Namun dugaan makar tersebut nyatanya tak terbukti.
Ray menilai, pernyataan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian beberapa waktu lalu tentang adanya pihak yang akan melakukan makar terlalu berlebihan. Pernyataan itu justru menimbulkan keributan di masyarakat.
"Saya enggak yakin soal makar. Itu sudah tabiat aparat keamanan tiap ada aksi massa pasti mengatakan ada makar, tapi setelah itu tidak ada buktinya," ucap Ray.
Oleh karena itu, tambahnya, polisi sebagai aparat penegak hukum mestinya mengamankan aksi demo yang akan dilakukan pada 2 Desember mendatang. Polisi seharunya tidak mengecap rencana aksi sebagai makar.
"Biarkan publik yang menilai apakah tujuan aksi itu masih objektif dan rasional sesuai tuntutan mereka."
(pmg/yul)