Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Direktur Keuangan Markas Besar TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Teddy Hernayedi menyatakan, vonis bersalah dan penjara seumur hidup yang dia terima dapat dianulir jika dia beralasan tindak korupsi yang dia lakukan atas perintah atasan.
Teddy juga menyebut, prajurit TNI rawan menyalahgunakan kewenangan karena kultur militer mengharuskan mereka selalu menjalankan perintah atasan.
"Besok vonis itu bisa saja salah, apalagi dengan alasan perintah lisan. Bisa saja saya
ngeles seperti itu, bahwa saya salah menjabarkan perintah," tutur Teddy usai sidang vonisnya hari ini, Rabu (30/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengadilan Militer II Jakarta menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Teddy karena kasus korupsi pengadaan alutsista sebesar US$12,4 juta. Perkara itu terjadi ketika Teddy menjabat Kepala Bidang Pelaksanaan Pembiayaan Kementerian Pertahanan periode 2010-2014.
"Tidak ada tentara yang tidak menyalahgunakan wewenang. Perintah lisan pimpinan jauh lebih banyak daripada perintah tertulis. Kualitas hukumnya sama, kalau tidak menjalankan, akan dinyatakan insubkoordinasi," ujar Teddy.
Teddy juga mempersoalkan sistem keuangan yang dianut Indonesia. Menurutnya, pola satu tahun anggaran yang terentang dari Januari hingga Desember menyulitkan proses pengadaan alutsista.
"Kalau anggaran turun Oktober, sedangkan kontraknya 20 bulan, apakah pengadaan itu bisa selesai tanggal 31 Desember," ujarnya.
Dalam putusannya, majelis hakim memaparkan bahwa pada Desember 2013, Panglima TNI mempromosikan Teddy menjadi Direktur Keuangan Mabes TNI AD dengan pangkat brigadir jenderal.
Tahun 2015, Teddy diduga melakukan kecurangan dengan menandatangani atau menerbitkan surat tanpa izin atasan, yakni Kepala Pusat Keuangan Kementerian Pertahanan dan Menteri Pertahanan selaku pengguna anggaran.
Majelis Hakim merasa tidak ada hal yang dapat meringankan hukuman Teddy. Sebaliknya sebagai alasan pemberat, hakim menyebut perbuatan Teddy dapat mengancam negara karena korupsi terkait pengadaan alutsista.
Selain itu, sebagai petinggi TNI, Teddy disebut tidak patuh pada perintah pimpinan negara yang sedang menggalakkan tindakan antikorupsi.
Pengadilan Militer Jakarta merampas sejumlah aset milik Teddy, yaitu dua unit jetski, satu motor Honda CBR 250, satu motor Ducati Monster, satu mobil Toyota Camry, sebuah town house di Bandung, tanah seluas 8.000 meter di Ciwidey, Bandung, dan sebuah mobil Toyota Prado.
Tak cukup di situ, majelis hakim juga mewajibkan Teddy mengganti kerugian negara, senilai uang yang telah dia selewengkan.
(abm/rdk)