Jakarta, CNN Indonesia -- Perwakilan petani Desa Sukamulya, Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka mendatangi Kantor Staf Kepresidenan, kemarin (5/12), untuk menegaskan kembali penolakan terhadap pembebasan lahan daerahnya yang masuk proyek pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB).
Sebanyak 14 orang dari perwakilan pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan aktivis Sukamulya meminta KSP agar Pemda Majalengka, Pemprov Jabar, serta Badan Petanahan Nasional mengklarifikasi kembali rencana proyek BIJB yang dianggap telah merugikan hajat hidup warga Desa Sukamulya.
Menanggapi keluhan warga Sukamulya, Staf Khusus KSP Noer Fauzi Rachman menilai pihak otoritas yang bersinggungan proyek BIJB, dalam hal ini Pemprov Jabar dan Pemda Majalengka, telah gagal dalam memberikan pelayanan informasi maupun sosialisasi terhadap warga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya melihat mereka (warga) tidak memiliki dasar informasi yang cukup untuk melakukan keputusannya. Kami akan meminta Pemprov Jabar supaya mereka dilayani, dan memang kewajiban mereka (Pemprov) untuk melayani," ujar Noer saat dikonfirmasi, Senin (5/12).
Wakil Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyatakan pertemuan warga Sukamulya dengan KSP di Jakarta merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya bulan lalu (19/11).
Penegasan SikapKSP ketika itu mengirim utusan ke Desa Sukamulya untuk berdialog sekaligus menenangkan warga yang menyuarakan penolakan terhadap rencana pembangunan bandara.
Menurut Dewi, pertemuan dengan KSP kemarin merupakan bentuk penegasan sikap warga dalam menanggapi rencana pembangunana BIJB di Majalengka. Warga pun dalam pertemuan itu turut menyerahkan sikap dan usulan secara tertulis kepada KSP.
"Pada intinya warga hendak mempertegas posisinya, bahwa warga tidak menolak pembangunan BIJB, tetapi warga menolak desanya menjadi bagian dari objek pembangunan," kata Dewi usai mendampingi warga mendatangi KSP.
Dewi menyebut pemerintah sebetulnya memiliki opsi tidak menyertakan Desa Sukamulya sebagai lahan gusuran yang akan dijadikan sebagai ujung landasan pacu pesawat.
Jika pemerintah mau menggeser rencana pembebasan lahan, kata Dewi, masih ada lahan kosong yang bisa dijadikan opsi ketimbang mematikan kehidupan satu desa.
"Yang jelas masih ada tanah dan areal sawah yang bisa dijadikan opsi pengganti pembebasan lahan Desa Sukamulya. Tentu proses pembebasan lahannya tidak akan serumit menggusur satu desa," kata Dewi.
Menurut Dewi, warga hingga saat ini masih belum mendapat informasi utuh mengenai rencana pembangunan BIJB. Masyarakat pun tidak tahu apakah yang proyek itu membutuhkan seluruh lahan Desa Sukamulya atau hanya sebagian saja.
Tak Pernah MenjabarkanDewi menyatakan sampai saat ini pihak terkait BIJB tidak pernah menjabarkan secara merinci tentang maket, model, perencanaan, serta ada berapa banyak lahan yang sudah dibebaskan.
Warga Desa Sukamulya, kata Dewi, hanya diberi pilihan ganti rugi pembebasan lahan dengan model pembayaran tunai putus. Berdasarkan informasi dari warga yang sudah mendapat ganti rugi pembebasan lahan, kata Dewi, satu meter persegi lahan yang dibeli putus dengan banderol Rp85-200 ribu.
"Sementara kalau warga mau beli lahan di luar Desa Sukamulya itu harganya bisa lebih dari Rp400 ribu permeter persegi," kata Dewi.
Dewi mengatakan KSP dalam pertemuan kemarin berjanji akan segera mengundang pihak Pemda Majalengka, Pemprov Jabar, Biro Aset Negara, dan BPN untuk melakukan klarifikasi terhadap proyek BIJB. Menurutnya masih banyak hal yang perlu dijelaskan terkait proyek strategis nasional itu.
"Dan karena ini proyek strategis nasional, seharusnya KSP tidak hanya berperan memberikan mediasi, tapi justru mengambil alih persoalan ini dan melakukan investigasi terhadap prosedur proyek BIJB," kata Dewi.
(asa)