Jakarta, CNN Indonesia -- Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mendesak Polri untuk tidak tunduk pada tuntutan dan pemaksaan kehendak organisasi massa berbasis keagamaaan yang intoleran. Pernyataan itu keluar menyusul pembatalan Kebaktian Kebangkitan Rohani di Gedung Sabuga, Bandung, Selasa kemarin.
Ketua Umum PGI Pendeta Henriette Lebang mengatakan, kepolisian seharusnya melindungi hak setiap warga negara untuk melaksanakan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya.
Pengerahan massa untuk membubarkan sebuah kegiatan kerohanian, menurut Henriette, akan berdampak buruk pada masyarakat. Ia mendesak kepolisian mencegah pembubaran dan gangguan terhadap kegiatan keagamaan lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini merupakan ancaman serius bagi perjalanan bangsa Indonesia yang tundur pada hukum dan keadilan. Kejadian di Bandung akan mencederai upaya merawat kemajemukan," ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (7/12).
Selasa kemarin, KKR natal yang dipimpin Pendeta Stephen Tong dibatalkan karena persoalan izin. Sejak siang, kelompok yang menamakan diri Pembela Ahlus Sunnah telah berunjuk rasa di sekitar Sabuga, mendesak penghentian KKR.
Usai mediasi yang pimpin Kepala Polrestabes Bandung Komisaris Besar Wiratno, penyelenggara KKR sepakat tidak melanjutkan kebaktian sesi dua.
Rabu ini, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil juga mengeluarkan keterangan tertulis terkait peristiwa tersebut. Ia berkata, KKR natal tersebut seharusnya membutuhkan rekomendasi dari Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat.
Lebih dari itu, Ridwan berkata, pada saat insiden itu terjadi, ia sedang berada di Jakarta. "Saya mendisposisi koordinasi kepada Badan Kesbangpol sesuai urusan dan tugasnya," tulis Ridwan.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyebut kejadian di Sabuga itu sebagai perkara kecil. Menurutnya, pembubaran dapat dihindari para pihak bermusyawarah dan saling menahan diri.
"Itu kan kejadian kecil yang tidak mengganggu apa-apa saya kira," ucapnya.
(abm/yul)