Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mengatakan Pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang didakwakan terhadap Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, sudah tidak relevan.
Menurutnya, pasal tersebut hanya produk masa kolonial Belanda yang bisa digunakan dalam konteks penjajahan. "Jadi itu (Pasal 156a KUHP) konteksnya masa lalu, sudah tidak punya kaki lagi," kata Hendardi dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/12).
Ia berpendapat pasal tersebut justru bisa menjadi 'bumerang' bagi jaksa penuntut umum dalam persidangan. Menurutnya, Ahok bisa menggunakan dalil seperti yang dia kemukakan untuk membebaskan diri dari jeratan hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kira ini akan menjadi pembelaan Ahok di pengadilan," kata Hendardi.
Adapun, beleid pasal 156a KUHP berbunyi, "
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa."
Di tempat yang sama, perwakilan Aliansi Masyarakat Sipil untuk Konstitusi (AMSIK), Sulistyowati Irianto, meminta hakim dalam persidangan kasus yang menjerat Ahok tidak hanya melihat perkara dari aspek hukum semata.
Hakim diminta bisa melihat aspek filosofis dan sosiologis dalam kasus yang menjerat Ahok.
"Filosofis, harus dilihat bahwa kita bernaung di bawah konstitusi. Sedangkan sosiologis harus dilihat kenapa Ahok sampai mengucapkan kalimat seperti itu, lihat apa yang telah diperbuat Ahok," kata Sulistyowati.
Ahok dijadwalkan akan menjalani sidang perdana sebagai tersangka kasus penistaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (13/12) mendatang.
Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah menunjuk hakim ketua dan hakim anggota, yang akan mengadili sosok kembali mencalonkan diri sebagai calon gubernur di Pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang.
Dalam kasus penistaan agama, Ahok dijerat pasal 156 dan pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Aturan itu berisi larangan mengeluarkan pernyataan yang mengandung permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, di muka umum.
(les)