Jokowi Diharap Lakukan Perbaikan Hukum di Tahun Ketiga

M Andika Putra | CNN Indonesia
Sabtu, 17 Des 2016 09:17 WIB
PARA Syndicate berharap kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di tahun ketiga dapat melakukan perbaikan hukum.
PARA Syndicate berharap kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di tahun ketiga dapat melakukan perbaikan hukum. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Deputi Direktur PARA Syndicate Agung Sulistyo menyatakan Indonesia masih mencari sistem hukum yang tepat. Ia berharap kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di tahun ketiga dapat melakukan perbaikan hukum.

"Kita butuh hukum yang tepat sebagai sarana penyelesaian masalah di Indonesia," kata Agung saat diskusi di kantor PARA Syndicate, Jakarta Selatan, Jum'at (16/12) sore.

Selama dua tahun kepemimpinan Jokowi, Agung menilai hukum di Indonesia belum ada perubahan yang baik karena belum sesuai dengan Nawa Cita. Khususnya Nawacita ke satu dan keempat yang menyebutkan mengembalikan negara yang aman kepada masyarakat serta melakukan reformasi penegakan hukum.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agung menjelaskan hukum yang belum baik di Indonesia terlihat dari tiga masalah yang ditemui PARA Syndicate. Masalah pertama terletak pada pembuatan Undang-Undang yang menjadi tanggung jawab Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah.

Dalam DPR pembuatab UU baru atau Revisi Undang-Undang (RUU) harus masuk dalam Program Legialasi Nasional (Prolegnas) yang berjalan setiap tahun. Agung menilai Prolegnas 2016 berjalan lambat sehingga ada beberapa RUU yang telat dan DPR serta pemerintah belum bisa mengatasi itu.

"Yang telat adalah RUU Pemberantasan Teroris dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Padahal ini RUU yang penting buat masyarakat Indonesia," kata Agung.

Masalah kedua masih berada dalam proses pembuatan UU. Agung mengatakan bahwa sering kali ada alat hukum yang tidak lengkap dalam pembuatan UU, begitu pun dengan RUU.

Menurut Agung, sebelum masuk Prolegnas untuk membuat UU atau melakukan RUU, rancangan dan naskah akademik dari UU tersebut sudah harus siap. Tapi sering kali sudah masuk Prolegnas namun rancangan dan naskah akademik belum siap.

"Kalau belum ada bagaimana nanti saat rapat awal (untuk membahas). Ini yang membuat lambat," kata Agung.

Masalah ketiga, target yang tidak rasional dalam menghasilkan UU. Menurut Agung waktu yang diberikan dalam membuat UU atau RUU cendeeung sempit. Padahal jumlah yang harus diperbaiki banyak.

Dalam hal ini Agung melihat pemerintah dan DPR seperti lomba menghasilan UU sebanyak tanpa memikirkan kualitas.

Ia mencontohkan dengan RUU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang baru disahkan beberapa waktu lalu. Agung menjelaskan pasal yang membahas tentang ujaran kebencian yang tidak dijelaskan secara pasti.

"UU ITE ternyata tidak menerjemahkan ujaran kebencian seperti apa yang bisa kena UU itu. Dengan tidak adanya penjelasan tidak bisa membedakan antara ekspresi dengan ujaran kebencian," ujar Agung.

Dalam kesempatan yang sama, Ari Nurcahyo memberikan pendapat serupa. Ia mewajarkan hukum di Indonesia belum baik lantaran belum menjadi fokus dalam pemerintahan Indonesia di bawah Jokowi.

"Berdasarkan laporan tahunan presiden, tahun pertama itu konsolidasi politik dan tahun kedua pembangunan ekonomi. Di tahun ketiga ini reformasi hukum," kata Ari.

Lebih lanjut, Agung berharap perbaikan hukum benar-benar menjadi fokus Jokowi di tahun ketiga. Ia menyarankan DPR dan pemerintah untuk melakukan perbaikan hukum yang sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan. (gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER