Jakarta, CNN Indonesia -- Calon Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan turut mengomentari mengenai beredarnya berita hoax pada kalangan masyarakat. Menurutnya, sudah sepantasnya masyarakat tanah air tidak larut ke dalam berita-berita yang belum tentu dapat dibenarkan.
"Kita harus jauhi. Bagi bangsa Indonesia yang kita butuhkan adalah membangun kepercayaan, saling percaya. Karena itu hoax-hoaxan jadi berbahaya," kata Anies di kawasan Depok, Jawa Barat, Minggu (8/1). Kata dia, dampak yang ditimbulkan berita hoax tidak hanya akan terasa di dalam negeri, melainkan juga seluruh dunia.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Partai Islam Aman dan Damai (Idaman), Rhoma Irama berharap agar masyarakat di Indonesia lebih cerdas dalam menyikapi atas berita hoax saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi, ia berujar, banyak oknum tidak bertanggungjawab memanfaatkan berita hoax pada waktu menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
"Artinya yang enggak boleh kan black campaign. Kalau negative campaign masih oke. Kami harap masyarakat tentu akan lebih cerdas menyikapi itu. Hoax itu sangat berbahaya, jadi semoga masyarakat bisa hati-hati tentang berita hoax," ujarnya.
Sementara, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso yakin pemerintah tidak main-main dalam menangani masalah penyebaran berita hoax.
"Itu sudah ditangani serius pemerintah," kata Bang Yos, sapaan akrab Sutiyoso.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan bekerjasama dengan Dewan Pers dalam menertibkan media yang dianggap tidak memiliki kejelasan identitas. Hal tersebut dilakukan, sebagai upaya mengurangi penyebaran berita hoax yang dianggap menyesatkan publik.
"Berdasarkan data Dewan Pers ada 40 ribu yang mengklaim diri media online. Tapi yang sudah terverifikasi oleh Dewan Pers sebagai media benar, tak lebih dari 300. Ini yang kami akan tertibkan," kata Menteri Kominfo Rudiantara dalam deklarasi Masyarakat Anti Hoax di Jakarta, Minggu (8/1).
Namun, Rudiantara enggan menyebutkan nama dari media-media tersebut. Kata dia, media tersebut salah satu cirinya ketidakjelasan identitas, serta jajaran staf keredaksian.
"Kesejahteraan jurnalis yang tidak terjamin di media-media semacam itu juga menjadi alasan kami menertibkan," kata dia.