Menanti Rahasia Reklamasi Jakarta Diungkap

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Selasa, 10 Jan 2017 15:38 WIB
Koalisi masyarakat tolak reklamasi mengultimatum Komisi Informasi Publik, jika hingga Februari belum ada tindak lanjut, akan dilaporkan ke Ombudsman.
Aksi masyarakat menolak reklamsi Jakarta. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perkara proyek reklamasi teluk Jakarta nyatanya belum mencapai titik temu yang menguntungkan semua pihak. Gugatan demi gugatan telah diajukan oleh berbagai lapisan masyarakat terkait mega proyek pesisir Jakarta yang tak kunjung terlaksana itu.

Sempat berakhir di meja hijau Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, namun proyek itu hingga kini belum dihentikan.

Menariknya, pada putusan pertama sidang di PTUN Jakarta Timur, hakim telah memutuskan proyek tersebut cacat secara hukum lantaran belum sesuai mekanisme peraturan tekait izin zonasi. Nelayan sebagai penggugat, dinyatakan menang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun euforia itu tak bertahan lama. Pada putusan tingkat banding, hakim PTUN justru menganggap gugatan yang diajukan pihak nelayan sudah kadung kedaluarsa.

Gugatan nelayan disebut melebihi tenggat waktu 90 hari dari terbitnya Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor 2238/2014 tentang pemberian izin reklamasi pulau G oleh PT Muara Wisesa. Terkait tenggat waktu ini, memang telah diatur dalam Pasal 55 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN.


Tak berhenti di situ. Menteri koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menambah bumbu kegetiran nelayan yang sebelumnya hampir berhasil memenangkan gugatan. Pada 9 September 2016, Luhut didampingi oleh Gubernur nonaktif DKI Basuki Tjahaja Purnama menegaskan akan kembali melanjutkan proyek reklmasi Jakarta.

Saat itu, Luhut menilai tidak ada satu kesalahan apapun yang bisa membuat dia menghentikan proyek reklmasi.

"Kami sudah putusakan untuk dilanjutkan," kata Luhut kala itu.

Dalam pernyataannya Luhut menambahkan, tak ada dampak yang perlu ditakutkan baik dari aspek hukum maupun lingkungan. Menurut dia, kajian proyek sudah sesuai dengan izin lingkungan dan tidak akan memberi dampak jangka panjang yang merusak lingkungan.

"PLN sudah bicara, BPPT juga sudah. Semua ahli saya sertakan. Sudah sampai pada assesment dan kesimpulannya keputusan untuk lanjutkan (proyek reklmasi) adalah yang terbaik," kata Luhut.


Pernyataan Luhut menuai tanda tanya bagi masyarakat yang tidak pro reklamasi. Masyarakat menuntut Luhut segera membuka dokumen hasil kajian lingkungan yang dilakukan tim gabungan di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.

Namun sejak pernyataan itu dilontarkan Luhut, dokumen-dokumen hasil kajian tak kunjung digelontorkan.

Lapor Ke Komisi Informasi

Lambatnya persetujuan permintaan pembukaan dokumen hasil kajian Kemenko Kemaritiman memunculkan reaksi.

Awal Oktober lalu, berbekal dokumen dan rasa khawatir dipermainkan pemerintah, koalisi masyarakat tolak reklamasi melalui Indonesian Center For Environmental Law (ICEL) mengirim gugatan kepada Komisi Informasi Pusat (KIP) agar dokumen 'rahasia' hasil kajian terkait proyek reklamasi diungkap dan bisa diakses publik.

Laporan itu diterima dengan nomor registrasi 050/X/KIP-PS/2016 atas nama Rayhan Didayef terhadap Kemenko Kemaritiman, tentang permintaan informasi mengenai hasil kerja komite gabungan reklamasi teluk Jakarta.


"Saya lapor ke KIP waktu itu, minta secepatnya. Prosesnya katanya paling lama 100 hari kerja, yang berarti lima bulan kurang lebih sejak saya lapor ke mereka," kata Rayhan Dudayef, peneliti ICEL saat dihubungi CNNIndonesia.com di Jakarta, Jumat (6/1).

Selama menanti sikap KIP atas keterbukaan informasi itu, Rayhan mengaku tak hanya berdiam diri. ICEL terus menerus meminta prosesnya bisa dilakukan lebih cepat, namun berulang kali juga pihak KIP mengatakan, setiap hal telah dilakukan sesuai prosedur.

"Habis lapor, dua minggu kemudian saya hubungi, katanya belum proses karena waktu itu juga ada soal Munir, kami terus menerus menghubungi, tapi tetap jawabnya sama, paling lambat Februari," kata ujar Rayhan.

Hingga berganti tahun, Rayhan mengatakan belum ada kabar apapun yang dia terima dari KIP.Jika hingga Februari—tenggat waktu 100 hari kerja—telah habis—KIP tidak juga memberi jawaban atas permohonannya, ICEL akan mengajukan bantuan ke Ombudsman RI agar kasusnya tidak ditangani secara berlarut-larut.


“Kami mau lapor ke Ombudsman, KIP maupun pemerintah yang akan kami laporkan. KIP kami anggap abai, begitupun pemerintah dalam hal ini Kemenko Bidang Kemaritiman," kata Rayhan. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER