Pemerintah Dituntut Perhatikan Hak Korban Bom Thamrin

CNN Indonesia
Sabtu, 14 Jan 2017 22:17 WIB
Masih ada pekerjaan utama yang justru belum diselesaikan oleh pemerintah yaitu terkait pemberian hak-hak korban terorisme yang masih jauh dari harapan.
Inspektur Dua Denny Mahieu menunjukkan bekas lukanya ketika menjadi korban bom di Jalan MH Thamrin, setahun lalu.(CNN Indonesisa/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Institute for Criminal Justice Reform mendesak pemerintah memberi perhatian pada para korban serangan teror bom di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, tepat setahun lalu.

Direktur Eksekutif Institute For Criminal Justice Reform Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan meskipun peristiwa teror bom telah setahun berlalu dan proses persidangan pelaku teror sudah dilakukan tapi ternyata masih ada pekerjaan utama yang justru belum diselesaikan oleh pemerintah. “Pekerjaan tersebut adalah terkait pemberian hak-hak korban terorisme yang masih jauh dari harapan,” ujar Supriyadi dalam keterangan tertulisnya yang diterima CNNIndonesia.com, Sabtu (14/1).
Seharusnya, kata Supriyadi, pada 14 Januari yang bertepatan dengan setahun peristiwa bom Thamrin dijadikan momen penting dalam hal implementasi hak-hak korban korban terorisme. “Seharusnya pemerintah sudah belajar dari berbagai pengalaman masa lalu dalam hal penanganan korban terorisme,” tegasnya.

Menurut Supriyadi, korban serangan terorisme seharusnya mendapat reparasi yang mencakup restitusi, pembayaran kompensasi dari negara, bantuan medis, psikologis, dan psikososial termasuk hak hak rehabilitasi yang bersifat segera pascaperistiwa serangan terorisme terjadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan kepada korban serangan terorisme harus mendapat hak-hak prosedural secara khusus. “Mereka berhak diberikan informasi dan dokumentasi terkait dengan proses peradilan. Hak-hak ini telah tercakup baik dalam UU Terorisme dan UU Perlindungan Saksi dan Korban,” ujarnya.
Dalam pantauan ICJR, kata Supriyadi, sebagian dari para korban kasus bom Thamrin memang telah mengakses bantuan medis dan psikologis serta psikososial yang difasilitasi oleh negara. Namun untuk hak-hak lainnya dalam kerangka hak reparasi, hak-hak korban Thamrin justru diabaikan.

“Hak restitusi tidak mungkin diberikan karena tidak ada pelaku yang akan mau membayarnya, sedangkan hak kompensasi justru diabaikan oleh pengadilan,” kata dia.

Supriyadi menuturkan, Pengadilan Negeri Jakarta Barat tidak menyambut permohonan korban, yaitu tidak satu pun putusan pengadilan pada terdakwa terorisme Thamrin yang memberikan kompensasi terhadap korban. Padahal korban sudah mengajukan permohonan kompensasi secara resmi lewat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Sebelumnya pada September 2016, LPSK telah melakukan koordinasi dengan Satgas Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara Kejaksaan Agung terkait persidangan pelaku bom Thamrin.

Dalam koordinasi tersebut, LPSK menyampaikan permohonan kompensasi yang diajukan oleh para korban. Atas permohonan tersebut, rencananya pihak Jaksa Penuntut akan mengajukan permintaan kompensasi dalam surat tuntutan.

Berdasarkan hasil koordinasi tersebut, maka LPSK pun menyusun permohonan kompensasi para korban dan akan menyerahkannya ke Jampidum cq. Kepala Satgas Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara. Tercatat ada 9 permohonan kompensasi dengan jumlah sebesar Rp1.390.777.000 yang diajukan korban bom Thamrin lewat LPSK. Namun upaya ini gagal, pengadilan mengabaikan permohonan tersebut.

“Putusan persidangan kasus terorisme Thamrin ini seharusnya menjadi momentum untuk memenuhi hak korban,” tegas Supriyadi.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER