Jakarta, CNN Indonesia -- Kehidupan Dwi Siti Romdhoni, 34, berubah drastis setelah peristiwa laknat 14 Januari 2016. Ledakan bom sekitar Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta, membawanya pada penderitaan yang tak berujung.
Pada hari itu, Kamis sekitar pukul 10.00 WIB, Dwi tiba di kafe Starbucks Coffee di gedung Menara Cakrawala Thamrin, Sarinah bersama rekan kerja menemui klien. Mereka memilih tempat duduk di ruangan bebas rokok di dekat kasir.
Sembari minum cokelat panas dan sarapan roti kacang almond, Dwi berbincang dengan klien sembari menjelaskan tawaran program kerjasama menggunakan telepon seluler.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekitar 40 menit sejak mereka berdiskusi, sontak terdengar dentuman yang memekakkan telinga. Ledakan dengan kepulan asap panas disertai gelombang kuat menghantam Dwi dan membuatnya terpental.
Sebelum dia mengumpulkan kekuatannya untuk bangkit, ledakan kedua kembali membuat tubuhnya terhempas.
“Saya tertimpa sesuatu, semuanya gelap gulita,” kata Dwi yang masih berupaya mengenyahkan trauma, kepada CNNIndonesia.com, Selasa (10/1).
Di dalam Starbuck Coffee yang porak poranda dan asap memenuhi ruangan, Dwi mencoba mencari jalan keluar. Sembari berjalan merayap dia mengikuti bayangan orang-orang yang bergerak menuju bagian belakang kafe.
Di bagian belakang kafe yang terhubung dengan gerai Pizza Hut, Dwi bertemu dengan rekannya yang berhasil melarikan diri sejak ledakan pertama. Dwi kemudian dibawa ke rumah sakit YPK Mandiri, Menteng.
Ketika itu Dwi merasakan nyeri yang luar biasa di kepala dan tengkuk. “Saat diperiksa dokter saya tak bisa bicara apa-apa, saya shock,” kata Dwi.
Dokter memeriksa lebam dan memar di tubuh Dwi, dan memintanya ke rumah sakit apabila muntah. Beberapa jam setelah meninggalkan rumah sakit, Dwi muntah-muntah dan teman membawanya ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau.
 Dwo Romadhoni, korban Thamrin saat masih memakai gips di leher. (Dok. Pribadi) |
Hasil diagnosa menyebutkan Dwi mengalami pergeseran tulang di leher belakang akibat benturan saat ledakan bom di Thamrin.
Dwi menjalani rawat inap selama beberapa hari dengan bagian leher dipasangi gips. Setelah keluar dari rumah sakit dia diminta beristirahat di tempat tidur selama tiga bulan.
Hingga kini, Dwi menjalani pengobatan rawat jalan rutin setiap bulan. Dwi tak bisa lepas dari aneka macam obat dan terapi fisioterapi untuk menghangatkan leher belakangnya.
Namun, kesehatannya tak kunjung pulih seperti semula. Bila dalam kondisi anjlok, tubuhnya akan panas mencapai 42 derajad dan dia dapat pingsan di sembarang tempat.
Dwi pernah pingsan saat sedang beejalan di Taman Untung Suropati, berbelanja di mal Kota Kasablanca dan berbonceng ojek.
Dwi tak hanya mengalami teror fisik, kondisi psikologisnya pun mengalami gangguan. “Saya mudah sekali tersinggung, ketika tiba di kos rasanya ingin mengamuk dengan melempari barang-barang,” kata Dwi.
Dwi adalah salah satu korban acak yang hingga kini sulit menerima aksi teroris yang merenggut separuh kehidupannya. Bukan hanya Dwi yang menjadi korban.
Pada Sabtu pekan lalu, bertepatan dengan peringatan satu tahun bom Thamrin, para korban bom Thamrin berkumpul di Sarinah.
Salah satu korban, Inspektur Dua Denny Mahieu, anggota Satgatur Polantas Polda Metro Jaya, menunjukkan bekas luka berwarna merah gelap di sekujur tubuh bagian kanannya, mulai dari lengan hingga betis, dan lutut.
Bom Thamrin menyebabkan empat korban sipil tewas, dan 26 orang lainnya menderita luka. Sementara empat pelaku tewas karena bom bunuh diri dan ditembak peluru polisi.
 Polisi korban bom Thamrin. (AFP PHOTO / STR) |
Pergerakan ISIS di IndonesiaSerangan Thamrin dianggap amatir. Para penyerang dianggap ingin meniru serangan teroris yang terjadi dua bulan sebelumnya, pada November 2015 di Paris, Perancis.
Pelaku Thamrin membawa dua pistol, salah satunya hasil rakitan dan beberapa granat buatan sendiri. Polisi cepat melumpuhkan empat pelaku hingga tewas. Di hari yang sama, masyarakat menyebarkan hastag #kamitidaktakut di media sosial.
Serangan di Thamrin adalah aksi yang pertama kali menyasar orang asing, sejak ledakan bom dua hotel di kawasan Kuningan, JW Marriott dan Ritz-Carlton, Kuningan.
Polisi menyebut aksi ini dilakukan sekelompok teroris yang berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).
Aman Abdurahman disebut sebagai pemimpin de facto ISIS di Indonesia. Dia merupakan ideolog dan mentor bagi para milisi ISIS asal Indonesia.
Aman alias Oman ini sedang menjalani hukuman penjara sembilan tahun sejak 2010 karena kasus pendanaan pelatihan militer di Bukit Jalin Jantho, Aceh Besar, Aceh.
Meski dipenjara, Aman dapat berleluasa menggerakkan jaringannya. Empat pelaku bom Thamrin, sebelum melakukan aksinya berkunjung menemui Aman di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah. Sunakim alias Afif, merupakan murid Aman ketika keduanya mendekam di lapas Cipinang, Jakarta.
 CNN Indonesia/Laudy Gracivia |
Aman berhubungan dengan tiga tokoh ISIS lain asal Indonesia, yakni Bahrun Naim alias Anggih Tamtomo alias Abu Rayan, Bahrumsyah alias Abu Ibradia dan Salim Mubarok alias Abu Jandal.
Ketiga pentolan ISIS asal Indonesia yang kini berada di Suriah ini terkenal sebagai
fighter yang bertempur di lapangan. Mereka pun memiliki sel-sel kecil yang saling berkomunikasi lewat aplikasi Telegram atau Whatsapp.
Lewat organisasi Jamaah Ansharut Daulah, ISIS di Indonesia menyebarkan cita-cita Daulah Islamiyah atau terbentuknya khalifah Islam di Indonesia.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, pekan lalu menyebut JAD sebagai organisasi teroris. Warga negara AS dilarang berhubugan bisnis dengan JAD dan properti di AS yang terkait dengan kelompok ini akan dibekukan.
Setelah Bom Thamrin, selama 2016, Detasemen Khusus 88 berulang kali menangkap jaringan JAD. Di antaranya di Tangerang Selatan, Majalengka dan terakhir, polisi menangkap empat terduga teroris di Waduk Jatiluhur, Jawa Barat.
Direktur Yayasan Prasasti Perdamaian Noor Huda Ismail menyatakan dibandingkan dengan kelompok teroris Jamaah Islamiyah yang melancarkan berbagai aksi teror periode 2000-2010, pola rekruitmen ISIS lebih mudah, sehingga anggotanya pun lebih banyak.
“Asal ada rekomendasi dari dalam ISIS, orang bisa bergabung,” kata Noor Huda.
Meskipun kelompok ISIS tak secanggih JI dalam soal teknologi dan keahlian, kelompok ini dianggap lebih berbahaya karena membabi buta dari sisi serangan, target dan juga dalam beraksi.
"ISIS lebih bahaya karena mereka itu lebih 'ngawur' dari sisi serangan, target dan juga cara melakukan aksi. Sebaran ideologi ISIS juga lebih marak karena mereka memakai media sosial," kata Huda.
Ancaman teror kelompok ISIS atau dari kelompok manapun memang tak bisa dianggap remeh, siapapun bisa menjadi korban acak tak terduga.