ANALISIS

Saat SBY 'Sudutkan' Jokowi soal Dugaan Penyadapan

Rosmiyati Dewi Kandi & Sisilia Claudea Novitasari | CNN Indonesia
Kamis, 02 Feb 2017 10:41 WIB
Permohonan SBY agar Presiden Jokowi menjelaskan ke publik soal dugaan penyadapan, membuat kesan seolah-olah Presiden memang terlibat dalam polemik itu.
Presiden Joko Widodo (kiri), Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono. (Antara Foto/Puspa Perwitasari dan CNNIndonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Susilo Bambang Yudhoyono menggelar konferensi pers tanpa tanya jawab kepada wartawan, Rabu (1/2). Dugaan penyadapan telepon antara dia dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin membuatnya merasa perlu menjelaskan ke publik.

Dalam konferensi pers yang juga dihadiri sang istri, Ani Yudhoyono, ada beberapa poin penting yang disampaikan SBY. Pertama, keinginan SBY bertemu Presiden namun ‘dihalangi’ oleh dua hingga tiga orang di lingkaran Joko Widodo.

Kedua, penyadapan merupakan tindakan ilegal secara hukum namun SBY tak mungkin mengadukan ke kepolisian karena bukan merupakan delik aduan. Ketiga, meminta transkrip rekaman yang dimiliki Ahok dan tim pengacara agar tidak dipelintir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keempat, memohon kepada Jokowi untuk memberi penjelasan dari mana transkrip percakapan didapat dan siapa yang menyadap.

Keterangan pers SBY tersebut lantas menimbulkan pertanyaan publik: siapa yang menyadap SBY?

Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar, mengatakan jika tim pengacara Ahok terbukti menyadap pembicaraan telepon SBY dengan Ma’ruf, berarti bukti yang mereka beberkan di pengadilan ilegal. Hal ini karena Ahok dan pengacaranya tak punya kewenangan menyadap telepon.

Berdasarkan ketentuan, operator telepon pun tidak bisa memberi rekaman percakapan tanpa ada landasan hukum yang jelas. Bukti sadap yang diperoleh bukan dari penegak hukum, tidak memiliki legalitas sebagai barang bukti.
Abdul mengatakan, publik justru harus mempertanyakan sumber rekaman yang diperoleh tim pengacara dan Ahok. Jika terbukti didapat secara ilegal, Ahok dan tim, berikut instansi pemberi rekaman, dapat dituntut pidana dan perdata.

Pasal 31 Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menegaskan, larangan bagi setiap orang dengan sengaja, tanpa hak, atau melawan hukum, melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain.

Tindakan ini dianggap sebagai pidana dengan ancaman paling lama 10 tahun penjara dan denda Rp800 juta. Hanya penegak hukum yang dikecualikan dalam ketentuan ini yaitu kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dugaan penyadapan telepon antara SBY dengan Ma’ruf pertama kali bermula saat persidangan Basuki Tjahaja Purnama dengan saksi Ma’ruf terkait fatwa MUI atas pernyataan Ahok yang dinilai menodai agama Islam, Selasa (31/1). Saat sidang itu pun, pernyataan yang muncul bukanlah penyadapan, melainkan percakapan telepon antara SBY dan Ma’ruf.

Selanjutnya, Presiden keenam Indonesia itu merespons “percakapan telepon” tersebut sebagai tindakan dugaan penyadapan terhadap dirinya.

Dua Pertanyaan Penting

Direktur Eksekutif Lembaga Analisis Politik Indonesia (API) Maksimus Ramses Lalongkoe menilai, permintaan SBY agar Jokowi menjelaskan kepada publik soal dugaan penyadapan tidak memiliki alasan kuat. Karena pernyataan Ahok tidak ada hubungannya dengan Jokowi.

"Saya melihat pernyataan Pak SBY justru menyudutkan Presiden Jokowi. Yang ngomong soal ada rekaman percakapan ini kan Ahok, sehingga jelas tidak ada hubungan dengan Presiden seperti yang diminta Pak SBY,” kata Ramses kepada CNNindonesia.com di Jakarta, Rabu (1/2).
Ramses mengatakan, sebagai mantan orang nomor satu di Indonesia, SBY seharusnya bisa lebih tenang dan lebih rasional menyampaikan penjelasan kepada publik dan fokus pada isu penyadapan.

Permohonan SBY agar Jokowi menjelaskan ke masyarakat, hingga meminta bertemu, membuat kesan seolah-olah Jokowi memang terlibat. Padahal, lanjut Ramses, pernyataan Ahok di persidangan juga masih perlu dibuktikan kebenarannya.

“Menghubungkan persoalan ini dengan Presiden Jokowi kan kurang nyambung,” tutur Ramses.

Pernyataan Ramses sejalan dengan ucapan pengacara Ahok, Humphrey Djemat. Humphrey menjelaskan, pertanyaan yang dilontarkan kepada Ma’ruf sebagai saksi di persidangan Ahok tidak ada sangkut pautnya dengan SBY.
Keterangan Ma’ruf “hanya” dibutuhkan untuk pembelaan Ahok karena menyangkut kebenaran materiil. Tim pengacara hanya ingin memastikan kemurnian atas penerbitan pendapat keagamaan MUI atas pidato Ahok yang menyitir Surat Al Maidah ayat 51.

“Sikap keagamaan MUI itu murni atau tidak keluarnya? Atau memang ada motif lain? Itu intinya. Yang jadi saksi Pak Ma'ruf, wajar dong kami tanya. Kalau ada pihak lain yang jadi reaktif, kami enggak tahu kenapa harus jadi reaktif," kata Humphrey.
Atas isu dugaan penyadapan telepon, Ahok buru-buru mengirimkan keterangan pers kepada media, Rabu kemarin. Ahok menyatakan, informasi soal hubungan telepon SBY dengan Ma'ruf dia dapat dari berita di salah satu media massa.

"Terkait informasi telepon Bapak SBY ke Kyai Ma'ruf tanggal 7 Oktober (2016), urusan penasihat hukum saya. Saya hanya disodorkan berita tanggal 7 Oktober, ada informasi telepon SBY ke Kyai Ma'ruf," kata Ahok, Rabu (1/2).
Dia juga meminta maaf kepada Ma'ruf dan membantah akan melaporkan Ma'ruf ke polisi.

Jika memang dugaan penyadapan percakapan antara SBY dan Ma’ruf terjadi, hal ini jelas melanggar hak privasi kedua pihak sebagai warga negara. Namun lantaran sudah terungkap di publik, ada dua hal yang kini menjadi isu penting bagi publik.

Pertama, apa benar ada ‘permintaan’ kepada MUI agar lembaga ini mengeluarkan pendapat keagamaan demi kepentingan politik tertentu seperti yang dipertanyakan tim pengacara Ahok dalam persidangan yang legal?

Kedua, dan seperti pertanyaan hampir semua pihak, siapa yang memberikan informasi percakapan telepon kepada tim pengacara Ahok sehingga yakin ada percakapan antara SBY dan Ma’ruf memang terjadi? Jika memang ada penyadapan, siapa yang memerintahkan? (rdk/yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER