Pilkada Masuk Radar Bursa Taruhan Bandar Judi

Khadmita Wahyu & Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Rabu, 08 Feb 2017 04:57 WIB
Politik uang tak hanya dilakukan calon kepala daerah yang memiliki modal sosial kecil namun umum dilakukan bandar judi di daerah yang menyelenggarakan Pilkada.
Kerawanan politik uang sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan saat pilkada berlangsung. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Calon kepala daerah yang modal sosialnya kecil dipandang berpotensi besar melakukan politik uang dalam Pemilihan Kepala Daerah. Mereka dianggap dapat melakukan praktik politik uang kepada warga yang jauh dari akses pendidikan memadai dan di lingkungan terpencil dengan sokongan dari bandar judi.

Peneliti Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi berkata, praktik politik uang tak hanya sering dilakukan calon kepala daerah yang memiliki modal sosial kecil. Hal itu juga umum dilakukan para bandar judi di berbagai daerah yang menyelenggarakan Pilkada.

"Semakin kecil modal sosial dari suatu kandidat, itu yang semakin besar melakukan politik uang. Satu aktor penting yang belum diungkap, mereka adalah aktor penentu siapa yang akan menang Pilkada yaitu bandar," kata Jojo di Kantor Badan Pengawas Pemilu, Jakarta, Senin (6/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Jojo, para bandar judi sebenarnya tak memiliki hubungan dan kepentingan apapun dengan calon kepala daerah maupun aktor pendukung peserta Pilkada. Namun, mereka mampu mempengaruhi hasil Pilkada karena kerap melakukan praktik politik uang.

Pembagian uang dilakukan bandar kepada masyarakat untuk menjaga bursa taruhan yang mereka miliki. Jojo mengungkap, praktik politik uang yang dilakukan bandar judi sempat ia temukan di Kupang, Jember, Sragen, dan Bekasi.

Sebelum melancarkan aksinya, para bandar judi disebut kerap mengerahkan tim untuk mendata komposisi masyarakat yang akan memilih kandidat atau tidak menggunakan hak suara. Setelah itu, bandar-bandar judi akan melancarkan aksinya.

Praktik politik uang yang dilakukan bandar judi, ujar Jojo, kerap memicu pembagian uang dari peserta Pilkada. Namun, Alumni Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) itu berkata bahwa keterlibatan bandar judi pada Pilkada di kota-kota besar seperti DKI Jakarta jarang ditemukan.

"Untuk Jakarta, relatif agak susah orang melakukan pemberian barang. Masyarakatnya relatif lebih well educated," tuturnya.

Selain mengungkap keterlibatan bandar judi dan calon kepala daerah yang bermodal sosial minim, Jojo juga menyebut adanya tren kenaikan peredaran uang palsu selama Pilkada dan Pemilu.

Ia berkata, pada Pemilu 2014 kenaikan peredaran uang palsu sempat dilaporkan beberapa bank di Kalimantan dan Jawa Barat.

"Pada Pemilu 2014 beberapa kantor bank di Kalimantan dan Jawa Barat sempat mengakui meningkatnya peredaran uang palsu hingga 30 persen," katanya.

Karena faktor-faktor tersebut, bekas aktivis masa Reformasi 1998 itu pun mengimbau masyarakat untuk tidak mudah menerima uang atau barang dari aktor pelaku praktik politik uang.

Sebelumnya, Bawaslu RI berkata bahwa praktik politik uang berkaitan erat dengan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang dimiliki Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Menurut Komisioner Bawaslu RI Daniel Zuchron, hampir setiap Pilkada berlangsung jumlah LTKM yang ditemukan meningkat.

Pengawas Pemilu pun sadar jika pencegahan politik uang harus dilakukan hingga tingkat hulu. Untuk mendukung rencana tersebut, Bawaslu meminta DPR RI mengetatkan peraturan ihwal politik uang pada Rancangan Undang-Undang Pemilu.

"Di tingkat hulu ada penyumbang besar, namun berelasi dengan bank. Kemudian mereka berelasi dengan peserta pemilu, setelah itu masuk ke tingkat hilir melalui calo, broker, relawan, tim sukses, hingga ke pemilih," tutur Daniel. (pit/pit)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER