Jakarta, CNN Indonesia -- Jelang penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2015, banyak potensi kecurangan dalam laporan dana kampanye yang ditemukan Pokjanas Pengawasan Partisipatif Dana Kampanye (PPDK).
Temuan itu didapati dari 11 daerah, yang memang sejak awal dibidik Pokjanas PPDK karena berpotensi memiliki banyak masalah. Seperti, pasangan incumbent dan memiliki sumber dana yang besar.
Daerah yang dimaksud adalah Binjai, Bontang, Bukittinggi, Jembrana, Kota Waringin Timur, Manado, Samarinda, Surakarta, Ternate, Tasikmalaya, dan Surabaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah temuan Pokjanas adalah kecilnya dana kampanye yang dilaporkan melalui Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan Laporan Penerimaan Sementara Dana Kampanye (LPSDK).
"Ada yang melaporkan dana awalnya Rp5 juta. Ini sangat tidak rasional. Biasanya pasangan calon mengeluarkan dana yang luar biasa," ujar anggota Pokjanas PPDK Toto Sugiarto di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Senin (30/11).
Kejanggalan lainnya adalah dugaan kerja sama banyak pihak dalam menyamarkan pemberian sumbangan yang melampaui ambang batas.
Misalnya di Kabupaten Jembrana. Sebanyak 12 penyumbang, masing-masing tercatat memberikan sebesar Rp12,6 juta. Di Solo, sebanyak 22 orang masing-masing memberikan sebesar Rp12 juta.
"Itu upaya akal-akalan, terkesan bodoh. Kami menduga sumbangannya besar, jadi dipecah-pecah seolah sumbangan individu," katanya.
Pokjanas PDDK turut menemukan sumbangan individu yang jelas melampaui batas sumbangan perseorangan, yakni Rp50 juta. Di Bukittinggi, terdapat sumbangan individu kepada salah satu calon sebesar Rp140 juta.
Tidak transparannya laporan dana kampanye juga terlihat dari banyaknya penyumbang yang tidak mencantumkan data identitas secara lengkap. Karenanya, Toto menilai LADK dan LPSDK tidak menggambarkan aliran dana kampanye yang riil.
Sementara itu, Koordinator Pokjanas PPDK Yusfitriadi berpendapat partai politik pengusung masih setengah hati mendukung pasangan calon. Sebab, tercatat penerimaan dari partai pengusung yang amat kecil dibandingkan individu atau kelompok.
Kecilnya pemasukan dari partai pendukung berpotensi menimbulkan kecurangan karena pasangan calon hanya bergantung pada sumbangan individu.
"Mereka hanya mengandalkan paslon dan backing-an yang tentunya tidak gratis," kata Yusfitriadi.
(obs)