Mendagri Tak Mau Gunakan Diskresi untuk Nonaktifkan Ahok

CNN Indonesia
Kamis, 16 Feb 2017 19:53 WIB
Mendagri Tjahjo Kumolo tetap menunggu putusan pengadilan dan mempertimbangkan fatwa Mahkamah Agung dalam menyikapi polemik status Ahok.
Mendagri Tjahjo Kumolo tetap menunggu putusan pengadilan dan mempertimbangkan fatwa Mahkamah Agung dalam menyikapi polemik status Ahok. (CNN Indonesia/Aghnia Rahmi Syaja'atul Adzkia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan tidak akan menggunakan diskresi atau keputusan untuk memberhentikan sementara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari jabatan gubernur DKI Jakarta. Dia tetap menunggu putusan pengadilan dan mempertimbangkan fatwa Mahkamah Agung.

"Ini kan negara hukum. Kalau kami keluaran diskresi tanpa ada dasar hukum yang menurut pandangan kami tidak kuat, kami bisa digugat balik," kata Tjahjo di Gedung Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta, Kamis (16/2).

Tjahjo mengatakan, pihaknya pernah digugat karena menggunakan hak diskresi untuk memberhentikan secara tidak hormat Bupati Ogan Ilir, AW Noviadi Marwadi alias Ovi yang tersangkut kasus narkoba. Pengalaman itu membuat Tjahjo berpikir ulang menggunakan hak diskresi untuk kasus Ahok.
"Saya sampai sekarang terus digugat hingga mengajukan banding dan kasasi. Saya kalah terus di tingkat pengadilan," tukasnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tjahjo menjelaskan alasan tidak memberhentikan Ahok karena ancaman pidana maksimum dalam kasus penodaan agama adalah lima tahun penjara. Sementara ketentuan Pasal 83 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mensyaratkan acaman pidana paling singkat lima tahun.

Menyikapi polemik ini, Tjahjo juga telah menemui MA untuk memperoleh fatwa, meskipun tidak mengikat. Namun jika MA tidak mengeluarkan fatwa, Tjahjo tetap akan menunggu keputusan pengadilan atas kasus dugaan penodaan agama.
"Apapun tunggu pengadilan. Soal dipercepat pengadilan itu bukan hak saya," pungkas dia.

Di tempat yang sama, Ketua Ombdusman RI Amzulian Rifai berpendapat Mendagri seharusnya tidak hanya memperhatikan ketentuan hukum, tapi juga mempertimbangkan kualifikasi pidana dalam UU Pemda. Dia menilai, kasus penodaan agama yang menjerat Ahok berpotensi memecah belah NKRI.

"Saya pribadi berpendapat, kalau kualifikasi pidananya dibicarakan tentu tidak perlu berdebat soal 5 tahun lagi. Kan, hukum ini ke mana kita arahkan," kata Amzulian.

Amzulian menilai, jika limit pidana yang masih dipersoalkan, maka polemik status Ahok tidak akan selesai. Dia mengatakan, kasus Ahok potensi memecah-belah adalah hal yang harus diperhatikan oleh Kemendagri. "Oh iya ada potensinya," jelasnya.
Amzulian menyatakan akan mengawasi kasus ini secara cermat. Dia berharap ada kepastian dari Kemendagri dalam waktu yang tidak cukup lama.

Soal kualifikasi pidana berpotensi memecah-belah bangsa, Tjahjo enggan menafsirkan hak dan wewenang pengadilan tersebut.

"Saya enggak bisa menafsir, itu kan hak pengadilan. Pengadilan yang memutuskan itu dalam konteks apa, berpotensi atau enggak," ujar Tjahjo.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER