Jokowi Janjikan Lahan Tak Produktif untuk Masyarakat Adat

Christie Stefanie & Patricia Saraswati | CNN Indonesia
Rabu, 22 Feb 2017 11:29 WIB
Presiden berjanji membagikan lahan-lahan tak produktif kepada masyarakat kecil dengan tujuan mengurangi ketimpangan ekonomi.
Presiden berjanji membagikan lahan-lahan tak produktif kepada masyarakat kecil dengan tujuan mengurangi ketimpangan ekonomi di acara pengukuhan DPP Hanura. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden berjanji akan membagikan lahan-lahan tak produktif kepada masyarakat, di antaranya untuk kelompok masyarakat adat, dengan tujuan mengurangi ketimpangan ekonomi.

Dia menuturkan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini sudah baik di kisaran 5,03 persen sehingga harus dipertahankan. Salah satu upaya adalah terkait dengan reforma agraria dan redistribusi aset.

“Kami akan bagi lahan yang tak produktif pada rakyat dalam bentuk konsesi kecil untuk rakyat, koperasi kecil dan masyarakat adat,” kata Jokowi saat memberikan pidato dalam acara pengukuhan pengurus DPP Partai Hanura di Bogor, Jawa Barat.
Hal itu berkaitan dengan program pemerintah untuk mengurangi ketimpangan. Kebijakan pemerataan ekonomi, kata Jokowi, diluncurkan karena kesenjangan di Indonesia kian melebar.
Jokowi Janjikan Lahan Tak Produktif untuk Masyarakat AdatFoto: CNN Indonesia/Christie Stefanie
Data Bank Dunia menyebutkan pertumbuhan dalam 15 tahun terakhir hanya dinikmati sekitar 20 persen masyarakat terkaya. Sedangkan sekitar 80 persen lainnya merasa tertinggal terkait pembangunan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain reforma agaria, Jokowi menyebutkan soal permodalan dan pembangunan sumber daya manusia yakni pelatihan vokasional. Dia menegaskan jika hal itu konsisten dilakukan, maka Indonesia akan memiliki PDB sebesar US$9,1 triliun atau sekitar lima kali lipat lebih besar dibandingkan saat ini.
Sebelumnya, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat terdapat 450 konflik agraria pada 2016 dengan luas wilayah mencapai 1,26 juta hektare. Jumlah konflik itu meningkat dari periode 2015 yakni mencapai 252 konflik.

Wakil Sekjen KPA Dewi Kartika mengatakan perkebunan masih menjadi penyebab tertinggi konflik agraria yakni mencapai 163 konflik atau sekitar 36,22 persen. Sektor lain antara lain adalah properti (117 kasus); infrastruktur (100 kasus); kehutanan (25 kasus); dan pertambangan (21 kasus). (asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER